Yulianus, salah seorang warga Kampung Serapu mengaku, dalam pengurusan Kartu Keluarga ditemui adanya data penduduk yang tak sesuai dengan salinan aslinya. Alhasil, kartu keluarga yang salah data tersebut tak dapat dijadikan syarat pembuatan akta kelahiran penduduk. Sedangkan Toni, yang mewakili warga Kampung Urumb mengatakan, dengan akan diberlakukannya Peraturan Daerah No.04 tahun 2008 yang berisikan sanksi denda bagi warga yang terlambat dalam pengurusan akta kelahiran, maka dirinya berkeyakinan 80% warga lokal pasti tidak sanggup melakukan pembayaran denda meski hanya Rp. 25.000,-.
“Sosialisasi baru saja dimulai, jadi tolong diberikan pemahaman yang benar-benar bisa dipahami masyarakat. Jika tidak, maka akan banyak masyarakat yang malas tahu dalam pengurusan akta kelahiran”, ungkapnya. Selain itu, Toni juga sangat mengharapkan agar pemerintah sering melakukan pembuatan akta kelahiran yang bersifat massal guna mengurangi beban warga dalam hal pembayaran. Dalam kaitannya dengan banyaknya warga lokal yang belum memiliki status jelas dalam perkawinan, Kepala Bappeda Kabupaten Merauke Romanus Mbaraka,ST,MT, mengatakan, Badan Kependudukan dan Catatan Sipil perlu melakukan sosialisasi intensif ditengah-tengah warga lokal, karena sosialisasi yang dilakukan sekali belum tentu dapat diterima oleh masyarakat.
“Tolong dilakukan sosialisasi intesif dengan menggunakan bahasa yang sederhana. Jika tidak, pasti mereka malas tahu apalagi akan diterapkan sanksi denda ditahun 2010 sesuai ketentuan Perda No.04 tahun 2008”, tuturnya.
Menanggapi permasalahan tersebut, Kepala Badan kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Merauke, Jusuf Karminudin mengatakan bahwa masalah besar yang dihadapi penduduk lokal saat ini adalah status perkawinan yang kebanyakan masih belum jelas. Kendati demikian, Jusuf mengatakan bagi anak lahir yang tidak memiliki salah satu orang tua sah akan tetap dilayani dalam pengurusan akta kelahiran.”Kutipan dapat dibuat, namun dalam kutipan tersebut tidak mencantumkan nama bapaknya, melainkan hanya dicantumkan nama ibunya. Namun jika dikemudian hari si ibu akan memperbaiki akta kelahiran, maka si ibu dapat meminta petikan surat pemberkatan dari gereja barulah kemudian mengajukan kembali perbaikan petikan akta kelahiran”, jelas Jusuf panjang lebar.
Diakui Jusuf, kasus status perkawinan yang belum jelas memang banyak sekali dijumpai dikalangan masyarakat yang berdomisili di Kabupaten Merauke sehingga jika ingin mengurus akta kelahiran seseorang harus dengan jelas menunjukkan akta perkawinannya terlebih dahulu. Diharapkan Jusuf, adanya pembinaan dari lembaga-lembaga keagamaan di Kabupaten Merauke untuk meminimalisir permasalahan ketidakjelasan status perkawinan.
Begitupula dengan dukun yang membantu kelahiran,menurut Jusuf dapat melaporkan pada Kepala Kampung atau RT untuk membuat surat keterangan. Menjawab permasalahan mengenai banyaknya kesalahan dalam penulisan data kartu keluarga, Jusuf mengakui bahwa dalam entry data pastilah ada terjadi kesalahan, hal tersebut dapat diperbaiki di Badan Kependudukan dan Catatan Sipil.
Sedangkan berkaitan dengan permasalahan denda akibat keterlambatan pembuatan akta lahir anak, Jusuf mengatakan bahwa dalam Perda No.04 tahun 2008 termaktub dalam salah satu pasalnya yang menyebutkan Pembebasan ataupun pengurangan biaya, itupun dapat diberikan setelah mendapat keputusan bupati. “Maksudnya, jika masyarakat secara umum tidak memiliki biaya, dapat mengajukan surat ketidaksanggupan dalam pembayaran retribusi secara kolektif dan mendapat surat keterangan dari Kepala Kampung. Setelah itu, barulah diajukan ke dinas yang kemudian akan diajukan pada Bupati untuk ditetapkan bahwa seseorang dibebaskan dari biaya retribusi”, terang Jusuf. (drie/Merauke)
Sumber : Tabloid Jubi