Radar Merauke menyajikan informasi terkini tentang berbagai peristiwa yang terjadi di kota Merauke dan wilayah Papua Selatan umumnya.
UPDATE!! Berita di Radar Merauke dapat dibaca langsung lewat Smartphone Android! Baca fiturnya DISINI atau Download aplikasinya disini : LINK Download Android RadarMeraukeCom.APK !!! Baca berita Via Opera Mini Atau Browser Handphone (Blackberry/Iphone/Symbian) : http://www.radarmerauke.com/?m=1 .

Thursday, 12 February 2009

Were, Penjual Sarang Semut Dari Wasur

Blandina Were dan sarang semut yang didapatnya di sekitar TN. Wasur (Foto : Indri Q)


Untuk mendapatkan Sarang Semut (Ndungger: Bahasa Marind Marory Men-gey), ternyata tak semudah yang kita bayangkan. Seseorang harus rela sebagian tubuhnya dikerumuni semut, barulah bisa memetik sarang semut tersebut yang konon kabarnya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.



Hal ini tak banyak dilakukan warga di sekitar Wasur Kampung. Salah satu yang gigih melakukannya adalah Mama Blandina Were, wanita paruh baya asal Kimaam yang numpang hidup ditanah warga Marind Marory Mengey, bersama suami tercintanya Pius Ndiken. Sambil menunjukkan Sarang Semut yang sengaja dijejerkan bersama dengan pot-pot bunga miliknya, Mama Blandina bercerita tentang pengalaman hidupnya mencari sarang semut yang diawali sejak 2005 lalu. Sejak matahari mulai terbit, Mama Blandina masuk ke hutan yang terletak tak jauh dari kediamannya.

Pekerjaan mencari rumah semut tak semudah memelihara tanaman anggrek atau pekerjaan lain seperti yang selalu dilakukannya tiap hari. Pasalnya, untuk mendapatkan rumah semut, Mama Blandina harus tekun memperhatikan setiap pepohonan yang dilintasinya. Tiba pada sebuah pohon, Mama Blandina harus pula berani memanjat untuk selanjutnya mengambilnya dan bertahan melawan serangan semut yang memenuhi tanaman itu. Kebanyakan, sarang semut terdapat pada batang-batang pohon akasia ataupun bus yang tumbuh di sekitar kawasan hutan Taman Nasional Wasur. Untuk hasil yang maksimal, Mama Blandina harus mengumpulkan Sarang Semut tersebut hingga mencapai 10 kilogram perhari.

Meski Mama Blandina bukan asli orang Marind Marory Men-Gey, hingga kini dirinya tetap diperbolehkan untuk merambah hutan di dusun milik warga setempat. Sarang semut sebenarnya bukan nama jenis hewan, namun jenis tumbuhan benalu yang numpang hidup di batang pohon yang ba-nyak memiliki khasiat dalam pengobatan. Mama Blandinapun mengaku bahwa pengetahuan mengenai Sarang Semut diperolehnya dari pengusaha luar Merauke yang kebetulan singgah dikediamannya dan memberitahu kegunaan Sarang Semut. “Dulu saya tidak tahu kalau Ndungger itu untuk obat, setelah orang dari Jakarta datang kasih tahu saya akhirnya sekarang saya baru tahu dan saya tekuni untuk menambah penghasilan keluarga,” ujarnya. Dirinya bertutur bahwa Sarang Semut yang ada di Kawasan Taman Nasional Wasur terdiri dari 3 klasifikasi berdasarkan kualitasnya. Kualitas nomor satu adalah jenis Duri, kedua adalah jenis Duri Jarang dan kualitas ketiga adalah jenis licin.”

Setelah mencapai hasil yang diharapkan, Sarang Semut tersebut kemudian dibiarkan selama 2 hari agar semut-semut yang berada di tanaman tersebut hilang. Setelah itu Sarang Semut dikupas lalu diiris-iris dan dijemur selama 3 hari hingga kering. Setelah mencapai satu karung penuh, Sarang Semut siap dijual pada penampung. 1 kg Sarang Semut Kering dijual dengan harga Rp 30.000, terkadang ada pula yang membeli dalam hitungan perbuah. Harganya Rp 20.000. Selain melayani permintaan penampung, Mama Blandina juga melayani permintaan perorangan yang membutuhkan khasiat Sarang Semut untuk pengobatan.


Sikap Ramah Mengundang Pembeli

Sembari duduk di para-para yang dibuat disamping rumah, Mama Blandina bercerita bahwa usahanya memper-tahankan hidup penuh dengan liku-liku. Sejak tahun 60-an dirinya meninggalkan Kampung halamannya di Ki-maam dan dipertemukan dengan suaminya yang saat ini setia mendampinginya. Bergaul akrab dengan Mama Blandina memang menyenangkan, sikapnya yang selalu ramah dan bersahabat se-lalu mengundang siapapun untuk berkunjung kembali ke Wasur Kampung tempat kediamannya. Jika kita datang ke rumahnya, pastilah pemandangan pertama yang akan kita temui pertama kali adalah taman Anggrek yang berjejer rapih.

Dari kesekian rumah penduduk, rumah Mama Blandinalah yang paling menarik untuk dikunjungi. Berkat keuletannya mengatur pekarangan rumah, dirinya tak henti-henti dikunjungi tetamu yang memang ingin mencari obat sarang semut atau pun hanya sekedar ingin mendengarkan celotehnya. Tak heran, darimanapun asalnya, Mama Blandina banyak dikenal oleh warga kota Merauke. “Ya memang banyak tamu yang tidak saya kenal datang kemari, namun saya terima dengan senang hati, meskipun tidak membeli sarang semut saya tetap melayani mereka untuk berbicang-bincang,” katanya sambil diselingi tawa.


Numpang Hidup di Tanah Orang Untuk Pertahankan Hidup

Tinggal di tanah milik orang lain memang tak selamanya menye-nangkan, tanah yang didiami mama Blandina merupakan tanah berstatus pinjaman. Awalnya memang pemberian dari anak yang pernah disusui Mama Blandina, namun dike-mudian hari menjadi masalah baru kehidupannya. Pemilik tanah menuntut kembali tanah miliknya, kendati Mama Blan-dina pernah menawarkan untuk melakukan ritual pelepasan tanah adat agar tidak ada lagi yang menggugat tanah yang saat ini menjadi tempatnya mencari hidup. “Ya sampai sekarang tanah ini belum ada penyelesai-annya namun saya ingin tanah ini jelas statusnya. Sampai sekarang status tanah belum jelas jadi saya belum bisa tenang menempatinya,” keluh Mama Blandina.

Dengan sedikitnya warga yang bermatapencaharian sebagai penjual Sarang Semut, baginya ini merupakan peluang untuk terus meningkatkan mutu sarang semut hasil olahannya. Saat ini mama Blandina masih menjual dalam bentuk kering karena keterbatasan alat. Diharapkan ke depan, dirinya akan menjual dalam bentuk bubuk dan terjamin kebersihannya.

Yang mencengangkan, meski tahu khasiat sarang semut namun sebagian besar warga di Wasur Kampung tak meman-faatkannya sebagai obat kelu-arga. Mama Blandina tahu bah-wa obat tersebut dapat mem-berikan kekuatan pada tubuh dan merawat kesehatan seseorang, namun dirinya pun tidak mengkonsumsinya bahkan jika sakit, cenderung mengkonsumsi obat kimia yang diperolehnya di kios-kios terdekat. “Saya sudah pernah mengkonsumsinya, namun cuma sekali setelah itu kalau sakit saya beli obat di kios,” terangnya sembari tertawa dan mengatakan bahwa selama ini kesehatannya selalu terjaga meski tanpa mengkonsumsi sarang semut. (Indri/Merauke)

Sumber : Tabloid Jubi

Share on :
Silahkan berikan komentar melalui Facebook. Jangan lupa login dulu melalui akun facebook anda. Pembaca dapat mengirimkan komentar terkait artikel atau berita yang ditayangkan. Isi komentar bukan merupakan pandangan, pendapat ataupun kebijakan radarmerauke.com dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Ditulis Oleh : ~ Portal Berita Merauke

Artikel Were, Penjual Sarang Semut Dari Wasur ini diposting oleh Portal Berita Merauke pada hari Thursday, 12 February 2009. Radar Merauke menyajikan informasi terkini tentang berbagai peristiwa yang terjadi di kota Merauke dan wilayah Papua Selatan umumnya. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar. Copyright berita dalam site ini milik pemilik berita: Kompas, Cenderawasihpos, Tabloid Jubi, Jaringan Pasificpost, Infopublik, Jaringan JPNN dll. Radar Merauke adalah web personal yang merangkum berita dari berbagai media.
 
© Copyright RadarMerauke.com | Portal Berita Merauke @Since 2008 - 2013 - Some rights reserved | Powered by Blogger.com.
Template Design by Owner Template | Published by Owner Template and Owner
WWW.RADARMERAUKE.COM - PORTAL BERITA MERAUKE
( www.radarmerauke.me | www.radarmerauke.asia | Email : radarmerauke@gmail.com | radarmerauke@yahoo.com )

Radar Merauke menyajikan informasi terkini tentang berbagai peristiwa yang terjadi di kota Merauke dan wilayah Papua Selatan umumnya. Copyright berita dalam site ini milik pemilik berita: Kompas, Bintang Papua, Cenderawasihpos, Tabloid Jubi, Jaringan Pasificpost, Infopublik, suluhpapua, Jaringan JPNN dll. Radar Merauke adalah web personal yang merangkum berita dari berbagai media.