Warga Distrik Kimaam di Merauke ternyata masih menggantungkan pengobatan diri menggunakan ramuan tradisional. Satu yang teraneh adalah dengan mengiris tubuh memakai pecahan.
Bagi warga Kimaam, terapi tersebut diyakini dapat mengusir sakit dan menjadikan penderita lebih tenang. “Ini sudah turun temurun, dari nenek moyang dulu, waktu itu tidak ada obat seperti sekarang, jadi mereka memakai benda-benda tajam,” kata Moses Kaibu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Merauke, kemarin.
Moses pernah menjalani ritual penyembuhan demikian. Perutnya disayat dibeberapa tempat. “Ya sakit, tapi itu langsung hilang,” katanya. “Tapi cara ini memang sudah jarang, sekarang warga meminum obat,” ucapnya lagi.
Pulau Kimaam, merupakan daerah rendah di Selatan Papua dengan sebagian besar kawasan rawa dan sungai. Pulau tersebut dibagi dalam empat distrik yakni Kimaam, Tabonji, Ilwayab dan Waan. “Karena keadaan daerahnya yang dikelilingi rawa, membuat warga rentan terkena sakit, beberapa orang belum sadar menjaga kesehatan, tapi ada juga yang sudah tahu bagaimana harus menjaga diri agar tidak sakit,” kata Moses.
Di Kimaam, tak ada rumah sakit. Hanya ada puskesmas dan puskesmas pembantu yang dibangun di beberapa lokasi. Sayang, tidak semua warga dapat dengan mudah mendapat pertolongan medis. “Satu-satu cara adalah dengan minum ramuan alam, ya memang harus diakui, petugas medis juga kurang, siapa yang mau jalan jauh ke kampung kalau tidak ada aiming-iming tertentu,” ujarnya.
Distrik Kimaam merupakan lokasi terjauh yang dapat dicapai dari Kota Merauke. Setidaknya dibutuhkan 45 menit dengan pesawat perintis atau 12 jam menggunakan kapal motor. Belum ada rute melalui jalan darat. “Penyakit yang sering menyerang masyarakat itu Malaria dan perut sakit, ada juga Demam berdarah,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke, Stefanus Imanuel Osok mengatakan penderita demam berdarah per minggu di Merauke mencapai belasan. “Ada peningkatan kasus karena musim penghujan, tiap minggu dari data kami hingga pertengahan Januari, ada sebelas sampai dua belas orang yang terkena,” kata Osok.
Menurutnya, banyaknya pasien tidak dapat dikategorikan masuk dalam kejadian luar biasa. “Itu hanya karena masyarakat kurang menjaga kebersihan lingkungannya dari nyamuk, kita selalu melakukan penyuluhan agar warga taat menjaga kebersihan.”
“Naik turun kasusnya, akhir Januari dan Februari ini turun atau normal kembali, biasanya akan meningkat kembali bila hujan secara terus menerus,” tambahnya. (02/ALDP)