Penyelundupan kura-kura moncong babi di Merauke rupanya masih terus menggeliat. Terbukti di awal tahun 2012 ini, petugas gabungan di Bandara Mopah Merauke berhasil menggagalkan upaya penyelundupan satwa lindung yang masuk dalam kategori apendiks satu (mutlak dilindungi) tersebut. Mengapa penyelundupan kura-kura itu masih saja terjadi? Berikut bincang-bincang Bintang Papua dengan Plh Kabid KSDA Wilayah I Merauke, Muhalim SH, Selasa (7/2) .
Laporan Lidya Salmah Ahnazsyiah-Merauke
Saat dikonfirmasi soal penyelundupan yang kali kedua ini, Plh Kepala Bidang KSDA Wilayah I Merauke, Muhalim SH membenarkannya. Muhalim mengakui keberhasilan petugas menggagalkan aksi penyelundupan itu, lantaran kesigapan petugas dalam mengawasi barang-barang penumpang yang akan dinaikan ke dalam cargo pesawat.
“Jadi benar sekali, pada hari Senin tanggal 6 Februari petugas di Bandara Mopah kembali menggagalkan upaya penyelundupan 600 ekor kura-kura moncong babi,”tutur Muhalim di Kantor KSDA Merauke, kemarin. Menurut Muhalim, 600 ekor kura-kura moncong babi itu kini diamankan di Kantor Karantina Ikan Merauke, mengingat kantor tersebut memiliki fasilitas penakaran yang layik, sehingga ratusan kura-kura tersebut dititipkan agar kehidupannya tetap berlangsung sembari menunggu proses pelepasan ke habitat kelak.
“Baik itu 1500 kura-kura moncong babi yang akan diselundupkan sebelumnya, masih kita titip di Kantor Karantina Ikan,”akunya.
Ia juga mengatakan kasus kedua ini masih dalam proses penyelidikan oleh penyidik Polres Merauke yang mana dibackup pula oleh PPNS.
“Pelakunya siapa kami belum tahu karena masih dalam penyelidikan. Namun yang jelas modus operandi penyelundupan ini sama dengan yang sebelumnya,”bebernya.
Menurut Muhalim penyelundupan kura-kura moncong babi bukan saja melalui Bandara Mopah, namun ia menduga upaya penyelundupan melalui laut di pelabuhan-pelabuhan di daerah cukup tinggi.
“Karena kapal-kapal barang di daerah dengan tujuan luar Papua cukup intens, sehingga kemungkinan lewat laut pun tinggi. Hanya saja tidak terdeteksi karena minimnya fasilitas,”bebernya.
Muhalim melihat penyelundupan kura-kura ini kian terjadi lantaran menarik perhatian, khususnya harga jual yang sangat menggiurkan. Bayangkan saja, kata dia, kura-kura moncong babi untuk harga di daerah yang dijual oleh masyarakat umumnya mulai dari Rp.30 ribu hingga Rp.80 ribu. Sementara untuk di luar Papua, terlebih di negara luar seperti Hongkong, Cina dan Taiwan harga tersebut dihargai hingga ratusan ribu per ekor.
“Jadi harga menjadi salah satu faktor mengapa oknum-oknum kerap berani melakukan penyelundupan kura-kura moncong babi untuk dipasarkan di luar daerah atau luar negeri,”jelasnya.
Namun kebanyakan kura-kura moncong babi ini lebih dipasarkan di negara luar, seperti Hongkong, Cina, Taiwan dan lainnya. Selain untuk kepentingan bahan dasar kosmetik, kura-kura moncong babi juga diklaim sebagai obat kuat pria, sehingga memiliki daya tarik tersendiri.
“Tapi kalau untuk di Indonesia sendiri kura-kura moncong babi masih sebatas koleksi kaum hobies. Kalau untuk obat-obatan atau kosmetik, kita disini belum ke arah sana,”jelasnya.
Habitat kura-kura moncong babi sendiri, untuk di dunia hanya ada di beberapa negara, Papua Selatan (Indonesia), Papua New Guenai Selatan, dan Australia bagian Utara. Di Papua bagian Selatan, sebaran kura-kura moncong babi meliputi Kabupaten Merauke, Asmat, dan Mappi.
“Tapi sebenarnya kura-kura moncong babi ini habibatnya hanya ada di Kali Frinkap, Distrik Pantai Kasuari, Kabupaten Asmat, namun penyebarannya ke Merauke sampai Mappi,” jelasnya lagi.
Sementara itu menyoalkan populasi kura-kura moncong babi itu sendiri jika dikaitkan dengan penyelundupan yang acapkali terjadi, Sumarji Wakang, Staf bagian Teknik Bidang KSDA Wilayah I Merauke, mengakui, tidak bisa diprediksikan. Pasalnya, untuk menghitung populasinya harus melalui survey ke lapangan, namun yang menjadi kendala adalah akses tranportasi ditambah dengan medan yang berat untuk sampai ke lokasi habibat. Meski begitu, KSDA masih bisa berestimasi dengan membandingkan populasi satwa lindung lainnya.
“Kalau mau hitung satu lubang untuk satu induk kura-kura moncong babi, lumrahnya bisa menghasilkan telur sebanyak 75 butir. Ini untuk satu lubang saja, tapi kalau untuk jumlah yang akurat (populasi) kita harus berdasarkan survey,”kata Sumarji di tempat yang sama.
Lebih jelas bagi penggemar binatang kura-kura moncong babi, memiliki atau memeliharanya di rumah adalah sesuatu yang mengasikkan. Sebab, satwa langka itu mempunyai keunikan sendiri yang akan membuat sang pemiliknya terkesima apabila memeliharanya. Hanya saja aktivitas ini adalah sesuatu yang dilarang untuk dilakukan atau melanggar hukum. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
“Jangankan menjual, memelihara saja dilarang dalam Undang-Undang. Dan kalaupun untuk kepentingan reset (penelitian), maka itu harus mengantongi izin dari Menteri Kehutanan,”tambah Muhalim.
Sementara itu untuk mencegah penyelundupan kura-kura moncong babi ini, kata Muhalim, butuh koordinasi yang baik dengan semua pihak, lebih khususnya pihak operator maskapai penerbangan yang beroperasi di Merauke. Pasalnya, Muhalim melihat selama ini petugas masih kesulitan untuk mengungkap pelaku utama dalam kasus ini. Sebab itu, pihak maskapai penerbangan harus bersikap kooperatif.
“Contohnya saja, selama ini modus yang digunakan adalah dengan memberi nama orang lain di label kargo pada bagasi yang berisikan kura-kura moncong babi. Ketika penyidik ingin mengungkap, kadang kesulitan karena nama-nama itu tidak diketahui. Nah yang tahu secara pasti nama-nama sesuai tiket itu kan pihak operator maskapai, dimana mereka tahu persis siapa yang membooking dan siapa yang melaporkan saat check-in. jadi sekali lagi butuh kerjasama yang solid dengan pihak penerbangan,”tandas Muhalim. (***)