Kuasa Hukum Kelima WNA Australia, Efraim Fangohoy SH dalam keterangan pers kepada sejumlah wartawan di Merauke, Senin (6/4) menyayangkan adanya perbedaan memori kasasi yang dibuat oleh pihak kejaksaan. Dengan adanya perbedaan itu, kuasa hukum kelima terdakwa itu kembali mengirimkan kontra kasasi pada 3 April lalu.
“Memori kasasi dari kejaksaan banyak yang tidak sesuai fakta, itu yang membuat kami heran. Contohnya saja kronologis pendaratan, dalam memory kasasi kejaksaan dikatakan pada saat pendaratan pihak Bea dan Cukai, Imigrasi dan Bandara telah berada di sana. Sementara mereka semua baru datang setelah beberapa jam berada di Bandara dan yang ada disana hanya petugas TNI-AU,” terang Efraim.
Menurut Efraim, perbedaan memori kasasi yang dibuat oleh pihak Kejaksaan merupakan suatu upaya yang dibuat guna mempertahankan argumentasi demi kepentingan mereka. Sementara itu, tuntutan Kejaksaan terhadap kelima terdakwa untuk dipenjarakan selama 3 tahun ternyata mendapat putusan bebas. “Mereka sengaja membuat spekulasi-spekulasi pembenaran segala hal dengan menghalalkan segala cara,” tukasnya
Terhadap apa yang diperbuat oleh kejaksaan, menurut Efraim, kelima WNA Australia itu merasa sangat kecewa sembari mengatakan bahwa aturan di Indonesia terlalu banyak yang terjemahannya. Terkait dengan putusan kasasi, dirinya berharap untuk segera ada putusannya. Pasalnya, semakin lama kelima WNA berada di Indonesia, mereka akan menderita kerugian. Apalagi, mereka harus membiayai hidup mereka sendiri.
Sebelumnya, melalui putusan Pengadilan Negeri (PN) Merauke telah memvonis kelima WNA Australia itu masing-masing Wiliam Henry Scoot dengan penjara 3 tahun dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan serta Vera Scoot Bloxam, Hubert Hofer, Karen Burke dan Keith Rowald Mortimer dengan hukuman 2 tahun dan denda Rp 20 juta subsider dua bulan penjara. Hukuman itu dijatuhkan dalam sidang putusan 15 Januari 2009 lalu karena dianggap kelima WNA Australia tersebut bersalah dengan terbang dan memasuki kawasan Indonesia pada akhir 2008 tanpa Ijin dan Prosedur yang jelas. Belakangan melalui putusan Pengadilan Tinggi di Jayapura, mereka akhirnya dibebaskan. Namun terbentur lagi dengan adanya penolakan dari Kejaksaan Negeri Merauke. (drie/Merauke)
Sumber : Tabloid Jubi
“Memori kasasi dari kejaksaan banyak yang tidak sesuai fakta, itu yang membuat kami heran. Contohnya saja kronologis pendaratan, dalam memory kasasi kejaksaan dikatakan pada saat pendaratan pihak Bea dan Cukai, Imigrasi dan Bandara telah berada di sana. Sementara mereka semua baru datang setelah beberapa jam berada di Bandara dan yang ada disana hanya petugas TNI-AU,” terang Efraim.
Menurut Efraim, perbedaan memori kasasi yang dibuat oleh pihak Kejaksaan merupakan suatu upaya yang dibuat guna mempertahankan argumentasi demi kepentingan mereka. Sementara itu, tuntutan Kejaksaan terhadap kelima terdakwa untuk dipenjarakan selama 3 tahun ternyata mendapat putusan bebas. “Mereka sengaja membuat spekulasi-spekulasi pembenaran segala hal dengan menghalalkan segala cara,” tukasnya
Terhadap apa yang diperbuat oleh kejaksaan, menurut Efraim, kelima WNA Australia itu merasa sangat kecewa sembari mengatakan bahwa aturan di Indonesia terlalu banyak yang terjemahannya. Terkait dengan putusan kasasi, dirinya berharap untuk segera ada putusannya. Pasalnya, semakin lama kelima WNA berada di Indonesia, mereka akan menderita kerugian. Apalagi, mereka harus membiayai hidup mereka sendiri.
Sebelumnya, melalui putusan Pengadilan Negeri (PN) Merauke telah memvonis kelima WNA Australia itu masing-masing Wiliam Henry Scoot dengan penjara 3 tahun dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan serta Vera Scoot Bloxam, Hubert Hofer, Karen Burke dan Keith Rowald Mortimer dengan hukuman 2 tahun dan denda Rp 20 juta subsider dua bulan penjara. Hukuman itu dijatuhkan dalam sidang putusan 15 Januari 2009 lalu karena dianggap kelima WNA Australia tersebut bersalah dengan terbang dan memasuki kawasan Indonesia pada akhir 2008 tanpa Ijin dan Prosedur yang jelas. Belakangan melalui putusan Pengadilan Tinggi di Jayapura, mereka akhirnya dibebaskan. Namun terbentur lagi dengan adanya penolakan dari Kejaksaan Negeri Merauke. (drie/Merauke)
Sumber : Tabloid Jubi