Wisata alam merupakan satu jenis wisata yang memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan di Papua. Papua memiliki potensi wisata mulai dari laut sampai puncak gunung bersalju. Salah satu wilayah dengan potensi wisata alam adalah Kabupaten Merauke dengan potensi wisata rawa dan sungai.
Wilayah Merauke ini merupakan lokasi satu-satunya yang memiliki jenis rawa serta savanah yang mirip dengan bagian utara Australia, tidak heran di sini bisa ditemukan jenis mamalia Kanguru yang tidak mungkin ditemukan diwilayah lain. Jenis-jenis burung yang terdapat di Merauke ini sebagian merupakan jenis burung migran yang berasal dari Australia.
Tujuan perjalanan Danau Bian merupakan Suaka Margasatwa yang letaknya dihulu sungai Bian. Ditempuh melalui jalan darat dari kota Merauke melalui jalan trans Irian yang melewati Taman Nasional Wasur serta beberapa lokasi lain seperti Kampung Sota, kampung Bupul dan Kecamatan/Distrik Elikobel menuju Distrik Muting. Jalan darat lancar untuk dilalui pada saat musim panas tetapi pada saat musim hujan jalan darat menjadi genangan-genangan air yang sulit untuk dilalui. Tetapi lokasi Suaka Margasatwa Danau Bian ini masih dapat ditempuh melalui sungai Bian, dari Kota Merauke harus melalui laut dan masuk ke sungai Bian.
Suaka Margasatawa Danau Bian memiliki luas 96.000 ha, merupakan lokasi bagi berbagai jenis burung. Penulis yang berkunjung pada musim kemarau, bisa melalui jalan darat melalui jalan Trans Irian. Perjalanan dengan jalan darat ditempuh dengan menggunakan sepeda motor dan menjadi perjalanan yang sangat menarik karena bisa melalui lokasi Taman Nasional Wasur, desa-desa tradisional masyarakat Marind. Perjalanan melalui trans Irian ini melewati desa Sota yang merupakan desa perbatasan Indonesia dengan Papau New Guinea di wilayah selatan Propinsi Papua. Desa ini pusat perdagangan kecil yang sering dikunjungi oleh pelintas batas dari Papua New Guinea untuk membeli beberapa barang dari Indonesia. Dari sota perjalanan dilanjutkan kembali melewati Taman Nasional Wasur, perjalanan di musim kemarau sangat berbeda dengan musim hujan. Rawa-rawa dipinggir jalan tampak kering, jika beruntung bisa melihat beberapa satwa mencari air di rawa.
?Jumlah satwa di Taman Nasional Wasur sangat berkurang karena perburuan? ungkap Marco Wattimena dari WWF Indonesia kantor Merauke. Diceritakan dulu wilayah taman nasional ini merupakan pusat berbagai jenis kanguru dan jenis burung migran dari Australia dan New Zealand. Satwa kanguru merupakan satwa endemik khas wilayah ini yang tidak dapat ditemui di wilayah lain di Papua dan Indonesia, hanya di Australia ditemukan jenis kanguru yang sama.
Sekitar 2 jam kita sudah bisa melewati Taman Nasional dan kali ini melewati pos keamanan TNI yang menjaga wilayah perbatasan Indonesia dan Papua New Guinea. Setiap pelintas harus melapor ke pos keamanan, petugas yang berjaga hanya menulis nama serta tujuan perjalanan. Perjalanan darat selanjutnya menuju kampung Bupul. Kampung bupul merupakan kampung kecil yang terletak di tepi sungai Maro.
Perjalanan menuju kampung Bupul mulai melewati hutan musiman, beberapa rawa besar tampak di sepajang, penulis sempat membuat foto di beberapa lokasi rawa dan padang rumput. Pemandangan dalam foto cukup menakjubkan, mungkin kalau lokasi ini dekat dengan kota, maka sudah menjadi tujuan wisata.
Lokasi rawa, lelah badan bisa hilang sambil melihat pemadangan ini
Di Bupul penulis sempat berhenti sebentar, untung sekali pada saat perjalanan merupakan musim buah mangga, sangat menyenangkan bisa menikmati mangga di pinggir kali Maro sambil membasahi badan, setelah perjalan 4 jam dengan sepeda motor. Dari Bupul sasaran selanjutnya adalah Muting, ibu kota kecamatan/distrik Muting ini letaknya memang dekat dengan SM Danau Bian. Hanya perlu 1 jam dari Bupul untuk sampai di Muting. Muting merupakan pusat kegiatan yang melayani wilayah bagian tengah Merauke, terdapat banyak lokasi transmigrasi di sekitar Muting.
Tujuan akhir perjalanan adalah desa Boha yang letaknya di wilayah SM Rawa Bian. Dengan menyewa perahu perjalan ke Boha dapat ditempuh salam waktu setengah jam saja. Dalam perjalan ke Boha inilah kita bisa melihat bahwa rawa Bian merupakan surga burung, pemandangan rawa dan sungai Bian yang memantulkan cerahnya langir biru Papua merupakan pengalaman yang tidak akan terlupakan. Penulis sempat berhenti sebentar untuk mengambil beberapa foto kumpulan burung yang terbang ketika perahu melewati pinggiran rawa.
Pemandangan dari atas perahu
?Pada musim hujan seluruh padang rumput ini berubah menjadi lautan? tutur Pak Andi yang mengantar kami keliling Rawa dan ke desa Boha. Beberapa kelompok masyarakat tampak asik di pinggir sungai Bian menjala dan memancing ikan. Saat kami datang merupakan musim pengambilan anak ikan arwana. Bagi pecinta ikan hias, ikan arwana Papua merupakan salah satu koleksi ikan hias yang menarik, harga anak ikan di Jakarta atau Bandung bisa mencapai 50.000 rupiah per ekor. Masyarakat Bian menangkap anakan ikan arwana dan menjualnya ke tengkulak dengan harga 8.000 per ekor.
Boha sebagai tujuan akhir merupakan kampung yang dikelilingi oleh rawa, di kampung ini kami menginap. Turun dari perahu kami langsung terjun ke rawa untuk membasahi badan. Setelah semua barang turun kami buru-buru ke pinggir sungai, menyiapkan pancing dan berharap bisa mendapatkan ikan arwana sebagai ikan bakar untuk makan malam kami.
Sambil memancing masih terpikirkan oleh penulis bagaimana bisa menjadikan keindahan alam ini sebagai lokasi wisata yang mampu memajukan kehidupan masyarakat Marind di Papua. Mungkin satu hari orang dari Jakarta bisa menikmati cross country dan bird wacthing di lokasi ini sebagai tujuan wisata alternatif. Masa ngak bosen setiap tahun liburan di Bali atau Puncak.
Sepanjang rawa kita bisa melihat burung dari jarak dekat