JAKARTA (KRjogja.com) - Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) mengembangkan program transmigrasi di lokasi-lokasi perbatasan dan pulau-pulau terluar Indonesia.
Pembangunan kawasan transmigrasi ini, sebagai sabuk pengaman (security belt) nusantara tersebut dilakukan untuk menegakkan kedaulatan bangsa dan negara, sehingga tidak diincar dan diklaim oleh negara lain.
"Terjadi perubahan pendekatan pembangunan transmigrasi dari pendekatan perpindahan penduduk, menjadi pendekatan pengembangan kawasan, dengan memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada pemerintah daerah dan mendorong peran serta masyarakat," kata Dirjen P2KT Kemenakertrans Jamaluddin Malik dalam keterangan persnya kepada KRjogja.com, Senin (14/10/2013).
Salah satu contoh kawasan transmigrasi yang berada relatif cukup dekat dengan perbatasan negara lain adalah Salor, sebuah KTM di berada di Kabupaten Merauke Provinsi Papua. Penempatan transmigrasi di Kabupaten Merauke sebelum pelaksanaan reformasi memberikan kontribusi dalam perkembangan pembangunan di Kabupaten Merauke dan Provinsi Papua saat ini.
Dia mengatakan diperlukan adanya dukungan semua pihak untuk pembangunan infrastruktur dasar disertai pemberdayaan masyarakat, di kawasan perbatasan diharapkan mampu mengusung potensi daerah sehingga kemudian berkembang menjadi pusat perekonomian baru, pusat administrasi pemerintahan dan memacu percepatan pembangunan daerah secara keseluruhan.
"Kita terus mendorong peran pemerintah daerah dan dunia usaha dalam pengembangan investasi di kawasan transmigrasi khususnya di kawasan perbatasan, melalui dukungan kepastian hukum pertanahan, dukungan infrastruktur jalan distribusi dan produksi," ungkapnya.
Selain itu, kata Jamaluddien Malik, diperlukan juga adanya kebijakan pemerintah pusat dan daerah, yang menciptakan suasana kondusif dalam pengembangan usaha dan kemudahan untuk memperoleh fasilitas perbankan.
Kawasan KTM Salor dibangun sejak tahun 2009 dengan luas wilayah sekitar 96.340 Ha, yang terdiri dari areal pembangunan dan pengembangan permukiman seluas 36.500 Ha dan areal untuk pengembangan investasi perkebunan seluas ± 59.840 Ha.
Komoditas yang dikembangkan dengan skala ekonomis adalah padi, tebu dan palawija. Dalam pelaksanaan pembangunannya kawasan KTM Salor diintegrasikan dengan program MIFEE (Merauke Integrated Food dan Energy State), yang merupakan program pemerintah untuk memenuhi swasembada pangan nasional.
Menurutnya, permukiman transmigrasi yang sebagian besar di tempatkan di distrik Merauke, Semangga, Tanah Miring, Kurik, Malind, dan Jagebob telah berkembang menjadi desa-desa swasembada. Dari jumlah penduduk Merauke sejumlah 246.852 jiwa atau 60.406 KK, kontribusi jumlah penduduk melalui program transmigrasi sebanyak 26.451 KK (43,79%).
Terlepas dari berbagai persoalan yang ada, jelasnya, program transmigrasi yang dilaksanakan di Provinsi Papua telah mampu memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah diantaranya, beberapa kawasan transmigrasi telah berkembang menjadi pusat pemerintahan, perdagangan maupun ekonomi seperti Arso, Jagebob.
"Bahkan hasil-hasil pertanian maupun jasa para transmigran telah mampu memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan daerah, sebagai contoh transmigran Timika telah mampu memasok kebutuhan pangan, sayur mayor, telur dan bahkan daging sapi untuk konsumsi perusahaan-perusahaan besar," tutupnya.
(Ndw)
Pembangunan kawasan transmigrasi ini, sebagai sabuk pengaman (security belt) nusantara tersebut dilakukan untuk menegakkan kedaulatan bangsa dan negara, sehingga tidak diincar dan diklaim oleh negara lain.
"Terjadi perubahan pendekatan pembangunan transmigrasi dari pendekatan perpindahan penduduk, menjadi pendekatan pengembangan kawasan, dengan memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada pemerintah daerah dan mendorong peran serta masyarakat," kata Dirjen P2KT Kemenakertrans Jamaluddin Malik dalam keterangan persnya kepada KRjogja.com, Senin (14/10/2013).
Salah satu contoh kawasan transmigrasi yang berada relatif cukup dekat dengan perbatasan negara lain adalah Salor, sebuah KTM di berada di Kabupaten Merauke Provinsi Papua. Penempatan transmigrasi di Kabupaten Merauke sebelum pelaksanaan reformasi memberikan kontribusi dalam perkembangan pembangunan di Kabupaten Merauke dan Provinsi Papua saat ini.
Dia mengatakan diperlukan adanya dukungan semua pihak untuk pembangunan infrastruktur dasar disertai pemberdayaan masyarakat, di kawasan perbatasan diharapkan mampu mengusung potensi daerah sehingga kemudian berkembang menjadi pusat perekonomian baru, pusat administrasi pemerintahan dan memacu percepatan pembangunan daerah secara keseluruhan.
"Kita terus mendorong peran pemerintah daerah dan dunia usaha dalam pengembangan investasi di kawasan transmigrasi khususnya di kawasan perbatasan, melalui dukungan kepastian hukum pertanahan, dukungan infrastruktur jalan distribusi dan produksi," ungkapnya.
Selain itu, kata Jamaluddien Malik, diperlukan juga adanya kebijakan pemerintah pusat dan daerah, yang menciptakan suasana kondusif dalam pengembangan usaha dan kemudahan untuk memperoleh fasilitas perbankan.
Kawasan KTM Salor dibangun sejak tahun 2009 dengan luas wilayah sekitar 96.340 Ha, yang terdiri dari areal pembangunan dan pengembangan permukiman seluas 36.500 Ha dan areal untuk pengembangan investasi perkebunan seluas ± 59.840 Ha.
Komoditas yang dikembangkan dengan skala ekonomis adalah padi, tebu dan palawija. Dalam pelaksanaan pembangunannya kawasan KTM Salor diintegrasikan dengan program MIFEE (Merauke Integrated Food dan Energy State), yang merupakan program pemerintah untuk memenuhi swasembada pangan nasional.
Menurutnya, permukiman transmigrasi yang sebagian besar di tempatkan di distrik Merauke, Semangga, Tanah Miring, Kurik, Malind, dan Jagebob telah berkembang menjadi desa-desa swasembada. Dari jumlah penduduk Merauke sejumlah 246.852 jiwa atau 60.406 KK, kontribusi jumlah penduduk melalui program transmigrasi sebanyak 26.451 KK (43,79%).
Terlepas dari berbagai persoalan yang ada, jelasnya, program transmigrasi yang dilaksanakan di Provinsi Papua telah mampu memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah diantaranya, beberapa kawasan transmigrasi telah berkembang menjadi pusat pemerintahan, perdagangan maupun ekonomi seperti Arso, Jagebob.
"Bahkan hasil-hasil pertanian maupun jasa para transmigran telah mampu memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan daerah, sebagai contoh transmigran Timika telah mampu memasok kebutuhan pangan, sayur mayor, telur dan bahkan daging sapi untuk konsumsi perusahaan-perusahaan besar," tutupnya.
(Ndw)