detikTravel Community -
Hari itu, Jum’at, 15 Oktober 2010, merupakan hari ke-4 kami di Merauke, Papua. Setelah sholat jum’at dan makan siang, 15 Oktober 2010, saya dan Erwin serta pendamping kami, Bang Leo pergi menuju Cagar Alam Kumbe, tepatnya pantai Cagar Alam Kumbe. Bersama Pak Dede, kami meluncur menggunakan mobil avanzanya.
Cuaca yang saat itu cukup panas tidak mengurangi semangat kami untuk mengetahui tentang pantai di Cagar Alam Kumbe ini. Sepanjang jalan kawasan Merauke yang telihat hanyalah dataran yang luas. Karena memang di sini tidak ada bukit dan sejenisnya. Namun, panoramanya justru menjadi unik. Sabana, hutan dataran rendah serta rawa bervariasi sepanjang perjalanan. Terlihat pula burung-burung terbang di sekitar kawasan ini.
Sekitar 20-30 menit perjalanan dari pusat Kota Merauke, jalan yang kami lalui mulai rusak. Aspal jalan telah habis sama sekali. Kini jalan tersebut hanya berupa tanah berdebu di saat cuaca panas seperti saat itu. Namun, untuk kami inilah bagian dari sebuah petualangan. Kondisi serta apapun dapat terjadi dalam setiap petualangan. Semua itu bagian dari petualangan yang tidak terpisahkan dan menjadi cerita tersendiri.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 4 km, kemudian melalui jembatan yang rusak, jalan menjadi lebih baik. Kemudian kami mulai memasuki perkampungan sederhana, asri dan bersih. Umumnya rumah-rumah di perkampungan ini berbahan dasar kayu. Di sekitar perkampungan selain tanaman pisang, pohon kelapa nampak cukup banyak tumbuh di sini.
Pada sebuah daerah atau tepatnya di Kampung Wendu, Distrik Semangga, kami berhenti. Di sini kami sesaat berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Salah satunya di SD Katolik YPPK ST. Yoseph. Saat kami datang, anak-anak sedang bermain bola di lapangan sekolah. Kami pun ikut bergabung dengan mereka untuk bermain bersama. Terlihat sekali mereka begitu gembira dengan kedatangan kami. Kebesamaan yang membahagiakan itulah yang kami rasakan saat itu.
Masyarakat kampung tersebut benar-benar ramah, beberapa kali kami harus berhenti hanya untuk sekedar bertegur sapa dengan sambutan mereka. Sekelompok bapak-bapak mengatakan kepada kami, bahwa daerah ini juga merupakan kampung nelayan. Jarak pantai atau latu sekitar 1 km di belakang kampung mereka. Pantas saja banyak pohon kelapa tumbuh disini. Terasa sekali keramahan Indonesia di tanah Papua ini.
Saat Senja Tiba di Pantai Kumbe
Tidak sampai 10 menit meninggalkan kampung Wendu, disisi kiri kami sudah terlihat lautan. Saat itu kami sudah memasuki kawasan Cagar Alam Kumbe. Ini merupakan cagar alam kawasan pantai yang cukup terawat dengan baik. Sekitar lima menit kemudian kami temui beberapa rumah nelayan di sekitar pantai. Sekitar pukul setengah lima waktu sempat, kami pun tiba di pantai atau muara di Cagar Alam Kumbe ini.
Saat kami tiba terlihat sebagian aktifitas para nelayan. Menarik melihat aktifitas nelayan tatkala senja disaat matahari mulai kembali ke peraduannya. Di seberang muara pantai tempat kami berdiri terlihat sebuah perkampungan. Menurut informasi penduduk setempat, itu merupakan daerah Kumbe 1. Sedangkan, tempat kami berada saat itu merupakan Kumbe 2.
Beberapa kapal melakukan penyeberangan antara Kumbe 1 dengan Kumbe 2. Di tempat lain beberapa pemuda nelayan sedang asyik bermain. Saya sempat juga bercengkerama dengan sekelompok pemuda nelayan yang sedang makan ikan bersama-sama. Sebuah kebersamaan yang sudah sulit kita temui di perkotaan.
Yos, salah seorang pemuda tersebut menurut teman-temannya merupakan yang paling hebat menombak ikan. Tidak lama kemudian kami pun melihat buktinya. Saat itu terlihat Yos dengan tombak di tangakan kanan perlahan lahan berjalan menuju lautan dangkal. Dalam sinar temaram dan jingga keemasan mentari senja sorot matanya terus mencari ikan yang akan menjadi buruannya. Tiba-tiba tombaknya melayang ke dalam air dan begitu diangkat seekor ikan sudah tertancap diujung tombaknya.
Pada saat yang bersamaan tatkala sebuah kapal nelayan akan pergi melaut, tanpa di komando sekelompok pemuda yang ada saat itu bersama-sama ikut mendorong perahu menuju air yang lebih dalam. Kegiatan gotong royong yang kini juga semakin luntur di perkotaan.
Menurut para pemuda tersebut, biasanya kalau hari libur atau akhir pekan, banyak orang datang untuk membeli hasil laut di sini. Harganya sangat murah. Sayang, saat kami datang bukan akhir pekan atau libur. Jadi kami tidak dapat menyaksikan keramaian itu semua.
Perlahan namun pasti, mentari semakin tenggelam jauh, terang akan segera berganti gelap. Walaupun saat itu sinar mentari senja tertutup awan, tetap saja tidak dapat menghilangkan keeksotisan dan keramahan Kumbe. Keramahan dan senyum penduduknya telah menawan hati kami.
Jadi, ketika anda berkunjung ke Merauke, jangan lupa untuk memasukkan Kumbe sebagai salah satu daerah tujuan yang harus anda kunjungi. Datanglah pada saat akhir pekan untuk dapat melihat aktifitas nelayan, sunset sekaligus membeli hasil lautnya yang banyak.