MERAUKE – Masih adanya praktek diskriminasi yang diterapkan oleh manajemen PT Sino Indonesia Sunlinda Fhising terhadap tenaga kerja asal Indonesia (lokal) yang bekerja sebagai awak kapal di sejumlah kapal ikan milik perusahaan asal Cina tersebut.
Menggerakkan hati para wakil rakyat yang duduk di DPRD Kabupaten Merauke ini, untuk memberikan peringatan tegas kepada perusahaan bersangkutan.
“Saya rasa bukan untuk PT Sino saja, tetapi kepada seluruh perusahaan asing yang eksis di tanah ini untuk menghargai keberadaan para tenaga kerja Indonesia, baik pribumi maupun pendatang,” tutur Ketua Komisi A DPRD Merauke Dominikus Ulukyanan dalam rapat dengar pendapat bersama PT Sino, belum lama ini.
Dominikus menegaskan kembali, bahwa sejumlah perusahaan asing yang berinvestasi di tanah anim ha ini jangan pernah menerapkan praktek-praktek diskriminasi dalam memperlakukan karyawan asing dengan pekerja lokal.
“Dari keterangan salah satu ABK kita (Indonesia) bahwa mereka merasa didiskriminasi selama ini. Ini sangat kami sayangkan sehingga kami ingatkan perusahaan asing jangan main diskriminasi pekerja dalam hal ini pekerja lokal dan asing,” tambah Dominikus.
Menurut Dominikus dalam aturan ketenagakerjaan setiap pekerja memiliki hak dan kewajiban yang sama, sehingga jangan ada perlakuan khusus yakni bagi tenaga asing karena perusahaanya adalah berlabel asing. “Jangan karena perusahaan asing lantas memberikan perlakuan khusus kepada pekerja asingnya, sedangkan pekerja lokal dinjak-injak dan tidak dihargai,” ucapnya.
Dominikus berharap pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat lebih ketat dalam melakukan pengawasan terhadap aduan maupun laporan kasus-kasus serupa.
“Walaupun mereka ini datang dari luar Papua dan bekerja disini, tapi mereka tetap harus diperhatikan. Kita tidak boleh biarkan harkat dan martabat saudara-saudara kita ini terinjak-injak,” tegasnya.
Untuk diketahui praktek diskriminasi di perusahaan Sino itu terungkap dari salah satu awak kapal yang dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan itu. Dimana, kata Mersianis, di atas kapal telah terjadi diskriminasi dalam berbagai aspek. Ia mencontohkan, dalam soal jam makan pun terjadi diskriminasi. “Kami bisa makan kalau pekerja asing (ABK) lainnya sudah selesai makan. Dan beras yang disediakan kapal untuk makanan kami semua, masa harus dibeli lagi, sedangkan mereka (ABK asing) tidak,” bebernya.(lea/achi/lo1)