Merauke – Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke dr Stefanus Osok mengatakan, masalah gizi buruk di semua daerah, termasuk Kabupaten Merauke belum bisa diintervensi karena hal itu berkaitan langsung dengan status ekonomi masyarakat. Menurutnya, selama status ekonomi masyarakat tidak menunjukan peningkatan yang lebih baik, maka secara otomatis masalah gizi buruk itu akan berjalan linear dengan status ekonomi tersebut.
“Jadi salah satu persoalan utama dalam gizi buruk ini adalah status ekonomi dan ini merata,” kata Osok.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke prosentase angka gizi kurang dan gizi buruk di Merauke berada pada angka sekitar 20 persen dari jumlah balita yang ada saat ini. Dijelaskan Osok, angka kasus gizi kurang sekitar 7 persen sedangkan sisanya untuk gizi buruk.
“Berdasarkan target MDGS angka gizi kurang tidak boleh lebih dari 15 persen dan gizi buruk tidak boleh lebih dari 5 persen. kalau gizi kurang dan buruk tidak boleh lebih dari 15 persen,” terangnya.
Lebih gamblang mengapa masih ada balita yang mengalami kekurangan gizi, menurutnya karena asupan makanan yang dikonsumsi balita bersangkutan belum sesuai dengan takaran gizi yang sudah ditentukan.
“Yang disebut sebagai makanan bergizi itu kalau dalam makanan tersebut asupan gizinya seimbang. Contoh makanan yang bergizi adalah makanan berkarbohidrat, terus ada protein, lemak dan buah-buahan serta sayur-sayuran. Jadi semua ini harus ada dalam makanan yang akan dikonsumsi, kemudian ditambah dengan susu. Makanya dulu ada disebut empat sehat lima sempurna,” akunya seraya menyayangkan hingga saat ini masih ada masyarakat Merauke hanya makan sagu semata.
“Dan kita tidak bisa salahkan masyarakat juga karena ini menjadi tugas Pemerintah untuk bagaimana mendorong masyarakat melalui dinas-dinas terkait agar di dalam kampung itu ditanami sayur, buah-buah dan tentunya sektor ekonomi di kampung dikembangkan. Dengan begini masyarakat kita bisa dapat meningkatkan gizinya,” imbuhnya. (lea/achi/lo1)