Pendirian sekolah lapang sengaja didirikan untuk membantu anak-anak putus sekolah yang hidupnya kurang beruntung mendapatkan pendidikan. Pasalnya, kebanyakan dari anak usia putus sekolah itu, menggantungkan hidup sehari-hari sebagai pemulung kaleng bekas dan bermatapencaharian hidup tak tetap.
Demikian disampaikan Ketua Sekolah Lapang, Pendeta Ruben Rewasan kepada Jubi ketika dijumpai disela-sela peresmian Sekolah Lapang, bertempat di Lapangan Tenis Ermasu Merauke (19/3). “Sekolah lapang itu maksudnya sekolah yang proses belajar mengajarnya dilakukan di lapangan termasuk kurikulumnya. Anak – anak itu dididik untuk mengenal lingkungan hidup disekitarnya yang orientasinya adalah agar anak-anak tersebut dapat menjawab kebutuhan hidupnya kelak sesuai dengan apa yang diajarkan," tutur Rewasan panjang lebar.
Dikatakan, saat ini anak-anak yang telah berpartisipasi dalam sekolah lapang telah mencapai 50 orang dan diperkirakan akan terus bertambah. Sedangkan aktivitas belajar mengajar akan berlangsung selama 3 kali seminggu. Pemberlakuan jadwal ini berbeda dengan jadwal sekolah formal, karena disesuaikan dengan rutinitas anak-anak pemulung dalam memenuhi kebutuhan hidup. Kendati demikian kegiatan sekolah lapang ini, tidak bersifat memaksa. “Bagi siapapun yang ingin terlibat silahkan menggabungkan diri, namun jika tidak mau juga tidak apa-apa," katanya.
Mengenai kurikulum, lanjut Rewasan, akan ada beberapa materi yang akan diberikan kepada anak-anak tersebut. Diantaranya, pendidikan agama dengan didukung oleh lembaga agama, pembentukan karakter yang didukung oleh 2 orang psikolog, cinta kebersihan lingkungan yang akan didukung oleh beberapa dokter dan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan mengundang instansi teknis terkait seperti Dinas Pertanian dan Peternakan. “Materi ilmu pengetahuan dan teknologi ini menjadi prioritas, karena akan menjadi bekal pengetahuan dalam memperoleh pekerjaan kelak," tutupnya. (drie/Merauke)
Sumber : Tabloid Jubi
Demikian disampaikan Ketua Sekolah Lapang, Pendeta Ruben Rewasan kepada Jubi ketika dijumpai disela-sela peresmian Sekolah Lapang, bertempat di Lapangan Tenis Ermasu Merauke (19/3). “Sekolah lapang itu maksudnya sekolah yang proses belajar mengajarnya dilakukan di lapangan termasuk kurikulumnya. Anak – anak itu dididik untuk mengenal lingkungan hidup disekitarnya yang orientasinya adalah agar anak-anak tersebut dapat menjawab kebutuhan hidupnya kelak sesuai dengan apa yang diajarkan," tutur Rewasan panjang lebar.
Dikatakan, saat ini anak-anak yang telah berpartisipasi dalam sekolah lapang telah mencapai 50 orang dan diperkirakan akan terus bertambah. Sedangkan aktivitas belajar mengajar akan berlangsung selama 3 kali seminggu. Pemberlakuan jadwal ini berbeda dengan jadwal sekolah formal, karena disesuaikan dengan rutinitas anak-anak pemulung dalam memenuhi kebutuhan hidup. Kendati demikian kegiatan sekolah lapang ini, tidak bersifat memaksa. “Bagi siapapun yang ingin terlibat silahkan menggabungkan diri, namun jika tidak mau juga tidak apa-apa," katanya.
Mengenai kurikulum, lanjut Rewasan, akan ada beberapa materi yang akan diberikan kepada anak-anak tersebut. Diantaranya, pendidikan agama dengan didukung oleh lembaga agama, pembentukan karakter yang didukung oleh 2 orang psikolog, cinta kebersihan lingkungan yang akan didukung oleh beberapa dokter dan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan mengundang instansi teknis terkait seperti Dinas Pertanian dan Peternakan. “Materi ilmu pengetahuan dan teknologi ini menjadi prioritas, karena akan menjadi bekal pengetahuan dalam memperoleh pekerjaan kelak," tutupnya. (drie/Merauke)
Sumber : Tabloid Jubi