“Kalau yang resiko 0,03 persen ini, artinya dari 100 ribu orang hanya 3 orang yang berpotensi tertular. Tapi sekali lagi ini berlaku bagi jarum suntik yang darahnya masih segar ya, bukan yang sudah lama,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke, dr Stefanus Osok kepada media ini Rabu (9/10) kemarin di Merauke.
Dikatakan memang secara teori medis, salah satu cara penularan HIV adalah melalui tindakan inpasiv yang mana darah menjadi media utama. Entah darah itu menempel pada pisau operasi, alat gigi, maupun jarum suntik medis.
“Dan khusus jarum ini bisa jarum yang di rumah sakit atau yang ada di salon-salon kecantikan. Orang kalau ke salon itu kan suka ada pakai jarum yang untuk pencet-pencet jerawat,” ucap Osok.
Masih dijelaskan Osok, berdasarkan teori jika ada penderita HIV yang darahnya tertempel di jarum. Kemudian jarum tersebut tertusuk di tubuh orang lain, maka si orang yang tertusuk itu kemungkinan bisa tertular.
“Tapi kalau kita lihat secara detail, kita bedakan lagi antara jarum suntik medis dan jarum yang ada di salon itu berbeda. Kalau jarum suntik medis itu di tengahnya ada lubang untuk spoit obat. Kalau jarum salon bentuknya biasa, tidak ada lubang. Jarum yang ada lubang itu resikonya lebih besar karena kalau ada darah, darah semua terkumpul di lubang. Jadi lebih besar resiko jarum suntik medis dari pada jarum kecantikan yang ada di salon,” tegasnya.
Meski jarum suntik medis memiliki resiko yang cukup besar, namun tingkat penularannya sangat tergantung kondisi darah yang tertempel pada jarum tersebut.
“Darah kalau baru tertusuk (darah segar) kemudian pindah lagi itu resikonya lebih besar dari pada darah yang sudah menempel 5-10 menit terus ditusuk ke orang lain. Karena ini tergantung ketahanan darahnya juga. Kalaupun tertusuk hanya saja darahnya kering, ya itu virusnya sudah mati dan tidak pontensial lagi,” ungkapnya resiko penularan HIV melalui jarum suntik sangat kecil.
Sementara itu disinggung ihwal penjualan jarum suntik yang masih terkesan bebas di apotik, menurutnya, secara aturan kesehatan apotik tidak dibenarkan menjual jarum suntik secara bebas. Seseorang bisa membeli jarum tersebut berdasarkan resep dari dokter.
“Tapi sekali lagi untuk jarum suntik kami rasa tidak sebebas itu. Coba lihat di rumah sakit sudah tidak ada penggunaan jarum bekas. Kita semua selalu menggunakan jarum yang baru. Ini pun sudah kita sosialisasi hingga ke salon-salon kecantikan,” akunya.
Osok berharap masyarakat tidak perlu resah dan pobia yang berlebihan atas isu teror jarum suntik ODHA yang tersebar belakangan ini. Ditegaskan Osok kembali, bahwa penularan HIV melalui jarum suntik sangat kecil.
“Seperti yang sudah saya jelaskan tadi sebelumnya. Jadi warga tidak usah takut yang berlebihan. Intinya kita boleh waspada tetapi jangan sampai ketakutan seperti yang terjadi sekarang ini. Harus diingat HIV itu tertular karena prilaku yang menyimpang,” katanya mengingatkan. (lea/achi/lo1)