Di Distrik Waan Harga BBM tinggi dan Sulit Ditemukan
MERAUKE - Tingginya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar, bensin maupun minyak tanah di Distrik Waan, Kabupaten Merauke yang mencapai Rp20.000/liter sangat menyulitkan masyarakat. Meski harga sudah tinggi ternyata untuk mendapatkan BBM sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat juga sangat sulit. Sehingga diharapkan, Pemerintah Kabupaten Merauke untuk membangun Depot BBM di wilayah tersebut untuk mengatasi permasalahan pelik ini.
“Solusi terbaik adalah Pemerintah harus segera membangun Depot BBM agar masyarakat tidak lagi kesulitan dengan harga yang sangat mahal ini,” ungkap Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Merauke, Soter Kami Awi, kepada wartawan belum lama ini.
Menurutnya, fakta tingginya harga BBM ini diperoleh saat ia melaksanakan reses di Distrik Waan beberapa waktu lalu, dimana harga BBM disana mencapai Rp20.000 per liter. Padahal, sambung Soter, apabila dibandingkan dengan distrik lainnya harga BBM masih pada tataran normal yakni Rp8000 per liter.
Dijelaskan, harga BBM yang naik signifikan itu bukan karena tidak ada pasokan subsidi BBM di Distrik Waan.
Pemerintah memberikan subsidi BBM kepada masyarakat di Distrik Waan melalui depot BBM bersubsidi yang berada di Distrik Kimaam. Hanya saja, tambahnya, harga yang dijual di Waan terlalu tinggi sehingga menyulitkan masyarakat.
“Setiap bulan pemerintah mendrop BBM bersubsidi ke depot Kimaam tetapi entah dijual ke mana? Masyarakat tidak merasakan BBM subsidi yang harganya terjangkau itu, kalau Rp8.000 atau Rp10.000 masih bisa dipahami. Ironisnya, masyarakat membeli BBM dari pengecer dengan harga Rp20.000 per liter. Sedangkan BBM pasokan itu entah ke mana? Kondisi seperti ini bagaimana perekonomian masyarakat mau berkembang,?” tanyanya.
Menurut dia, pemerintah harus membangun satu depot BBM bersubsidi di Distrik Waan. Alasannya, dengan eksistensi depot BBM disana maka akan meringankan daya beli masyarakat dan membantu perekonomian mereka.
“Masyarakat di Waan menginginkan Depot BBM sendiri, sehingga tidak berharap dan tergantung kepada Depot BBM di Distrik Kimaam. Saya harapkan kepada pemerintah daerah agar dapat bisa melihat aspirasi masyarakat itu,” tegasnya beralasan.
Akibat mahalnya BBM, tak dipungkiri mengganggu ekonomi warga, karena nilai jual produksi barang petani maupun nelayan sangat rendah.
“Bayangkan ikan tidak ada harganya di sana, bisa mencapai Rp1.000 per kilogram. Kenapa? Karena harga BBM di bawah standar, masyarakat tidak bisa beli BBM, kemudian pengusaha yang mampu memiliki BBM akan membeli ikan dengan harga semau mereka. Kalau 1 liter BBM ditukar dengan ikan, berapa kilogram ikan yang harga dibawah standar,”katanya miris. (Lea/achi/lo1)