Merauk,e (31/1)— Hak-hak dari masyarakat adat yang berkaitan dengan kepemilikan tanah ulayat di beberapa lokasi transmigrasi seperti Rawa Sari seluas 45,5 hektar, Padang Raharja, 1875,3 hektar dan Suka Maju dengan luasan 1433 hektar, agar harus diselesaikan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Merauke. Karena sejak tahun 1980-an saat beberapa lokasi tersebut ditempati orang-orang transmigrasi, hingga kini belum ada tanda-tanda penyelesaian.
Ketua Tim Enam penyelesaian lahan tersebut, Paulus Samkakai saat ditemui tabloidjubi.com, Kamis (31/1) menuturkan, pihaknya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk bertemu dengan pimpinan dewan bersama anggotanya agar membuka ruang sekaligus dilakukan hearing secara bersama-sama. “Saya sudah bertemu Wakil Ketua I DPRD Merauke, Ahnan Rosadi dan menyampaikan permasalahan dimaksud,” ungkapnya.
Dari hasil pembicaraan yang dilakukan, demikian Samkakai, Ahnan Rosyadi telah berjanji untuk nantinya akan memfasilitasi agar dilakukan pertemuan secara langsung bersama Ketua DPRD Merauke, Leonardus Mahuze yang sedianya dilakukan tanggal 11 Pebruari 2013 mendatang. “Ya, kesempatan itu, akan saya manfaatkan untuk mengungkapkan berbagai permasalahan. Sekaligus meminta agar diagendakan untuk dialog bersama semua anggota dewan yang ada,” tandasnya.
Diakui jika pihaknya telah menyampaikan secara tertulis permasalahan yang ada kepada Komnas HAM Perwakilan Papua. Dan, mereka pun langsung meresponi dengan menyurati Bupati Merauke, Romanus Mbaraka agar memberikan perhatian secara serius terhadap permasalahan dimaksud, sekaligus harus dituntaskan. Namun, sampai sekarang, belum ada tanda-tanda untuk diselesaikan.
Dia juga berharap agar pemerintah tidak memberikan kesempatan agar investor masuk ke Kampung Kaiburze, Distrik Anim Ha. Karena penyelesaian tentang ganti rugi tanah milik masyarakat asli, belum dilakukan. “Kami tidak mau agar investor masuk kesana, karena persoalan tentang ganti rugi sejak tahun 1980-an, belum diselesaikan sampai sekarang,” ujarnya. (Jubi/Ans)