MERAUKE - Krisis sumber air bersih yang terjadi di Distrik Waan, Kabupaten Merauke rupanya menyebabkan kemandegan bagi pelayanan publik yang diberikan pegawai negeri sipil (PNS) yang bertugas di daerah tersebut.
Bagaimana tidak, para abdi negara yang seharusnya tinggal di tempat itu, terpaksa memilih hengkang sementara dari tempat tugas akibat krisis yang berkepanjangan. Krisis air bersih ini diakibatkan oleh musim kemarau yang menimpa Kabupaten Merauke sejak 8 bulan yang lalu.
Sotter Kamiwai, Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Merauke membenarkan bahwa, telah terjadi krisis air bersih di daerah yang cukup terisolir itu. Namun, ketika ia melawat ke distrik tersebut, pegawai yang bertugas masih ada.
“Tetapi informasi dari kepala distrik setempat yang saya terima, di distrik sekarang sudah tidak ada pegawai sama sekali,” ungkap Sotter kepada Bintang Papua, Selasa (18/12) kemarin.
Terkait alasan ketiadaan air bersih yang menjadi alasan urgen mengapa para petugas (PNS) meninggalkan wilayah tugasnya itu, menurut dia, karena air merupakan sumber utama manusia, bahkan boleh dikatakan sebagai napas. Sayangnya, warga di Distrik Waan sudah begitu khatam dengan krisis seperti ini sehingga mereka yang sudah berakar pinak memilih tetap tinggal ketimbang para petugas tersebut.
“Ini adalah bencana rutin yang setiap musim kemarau berkepanjangan, disana (Distrik Waan) sumber air bersih akan sulit didapat. Bahkan tidak ada sama sekali. Dan kondisi air yang ada sudah menyerupai warna kopi susu,” terangnya.
Masih dikatakan politikus Partai Pakarpangan ini, di daerah itu tidak ada tempat yang bisa dimanfaatkan menjadi sumber air bersih. Kalaupun ada, sambungnya, masyarakat harus melakukan penggalian sumur yang dibantu dengan air hujan.
“Tetapi kalau musim hujan berakhir maka airnya akan habis,” ucapnya miris.
Lebih jelas persoalan krisis air bersih ini memang bukan suatu masalah yang baru bagi warga di distrik yang diapit oleh lautan itu. Tetapi, yang perlu diingat bahwa air merupakan sumber utama bagi manusia untuk memenuhi segala kebutuhannya seperti, memasak, makan, minum, mencuci, mandi dan lainnya.
“Tidak mungkin guru bisa bertahan dikampung kalau air tidak ada. Mereka kan perlu masak, mencuci dan sebagainya. Karena air merupakan salah satu penentu hidup. Kalau tidak makan tapi kalau ada air masih bisa hidup,” tegasnya penuh alasan.
Sotter menyarankan kepada pemerintah daerah untuk segera menyikapi masalah ini dengan mencari solusi yang terbaik. Ia tak menampik bahwa pemerintah sebelumnya telah membuat tempat-tempat penampungan air. Tetapi, lanjut dia, itu belum menjadi alternatif, karena di saat musim kemarau yang cukup panjang seperti ini, persediaan air di wadah-wadah yang ada tidak mampu mencukupi kebutuhan warga.
“Saya berharap kedepan, agar ada upaya dari pihak Pemerintah Kabupaten Merauke guna mengatasi masalah tersebut. Memang hampir di seluruh Kabupaten Merauke mengalami hal yang serupa, namun yang paling menonjol itu di Distrik Waan dan sekitarnya,” tutupnya.(lea/achi/LO1)