Pasalnya, pembagian studi dimaksud telah menimbulkan diskriminasi, dan telah menciptakan kesenjangan dan konflik yang masih berkepanjanagan diantara sesama anak asli Bodi. Dimana pedoman yang dikeluarkan oleh Tim Pembagian Studi Pemkab Bodi menyatakan bahwa yang berhak menerima bantuan studi tersebut adalah mahasiswa asli Bodi yang orang tuanya tinggal di Bodi, sedangkan mahasiswa asli asal Bodi yang berdomisili di luar Kabupaten Bodi tidak berhak menerinya.
“Kami sangat heran pembagian studi pada 28-30 Oktober 2012 lalu dilakukan di Markas Brimob Kotaraja, dengan sistem kami yang tidak menerima bantuan studi itu diintimidasi. Kesepakatan awal bahwa semua dapat batuan studi, tapi belakangan kesepakatan tidak dipenuhi,” ungkapnya dalam keterangan persnya kepada wartawan di Café Mehuze Ekspo Waena, Minggu, (18/11).
Mengenai pedoman dimaksud, pihaknya telah bertemu dengan Marselus Keroarerop Kimbinaka, dan menyatakan pedoman bantuan studi tidak pernah diketahui pihaknya, karena tidak ada koordinasi dari tim dengan pihaknya.
Pihaknya menyakini bahwa tekah terjadi modus korupsi gaya baru dalam penyaluran dana bantuan studi dimaksud, karena besaran dana Rp 6.250.000.000 tersebut tidak terbagi semua kepada para mahasiswa, apalagi besaran anggaran tersebut setelah dikonsultasikan dengan Ketua DPRD Kabupaten Bodi ternyata tidak melalui proses persidangan di dewan. Termasuk biaya perjalanan yang digunakan tim bantuan studi yang digunakan ke sejumkah kota studi untuk membagikan batuan studi tersebut.
“Kami sangat yakin bahwa tim bantuan studi tersebut tidak punya Mahasiswa tidak punya data mengenai mahasiswa, karena bantuan pendidikan itu tidak dibagikan oleh instansi teknis melainkan dibagikan oleh tim,” jelasnya.
Terkait dengan itu, pihaknya menyatakan, pertama, menolak pedoman bantuan studi tersebut karena menjadi dasar pemicu konflik. Kedua, meminta kepada Pemkab Bodi untuk segera merealisasikan bantuan studi dalam bulan ini bagi mahasiswa/I asli Bodi yang belum mendapatkan bantuan studi itu, namun pencairannya jangan melalui tim bentukan Pemkab Bodi.
Ketiga, mendukung langkah tegas DPRD Kabupaten Bodi untuk memanggil Plt.Bupati Yesaya Merasi untuk menanyakan proses pembuatan SK Tim dan Pedoman Bantuan Studi. Keempat, mendesak DPRD Kabupaten Bodi untuk segera membentuk Pansus untuk mengusut masalah tersebut.
Ditempat yang sama, Anggota FIM-BD, Martinus Bembop, menyatakan, dengan adanya masalah itu, pihaknya menyatakan mosi tidak percaya kepada Badan Pengurus HMP-BD Periode 211-2012, sekaligus membekukan segala program kegiatannya, karena terbukti telah mempunyau sikap arogansi secara sewenang-wenang berkompromi bersama team bantuan studi Pemkab Bodi.
“Ini fakta yang kami dapatkan bahwa ini ada diskriminasi antara orang asli Boven Digoel dan mahasiswa Bodi. Itu membuat mahasiswa terpecah belah akibat pedoman itu,” imbuhnya.
Senada dengan itu, Koordinator Kesekretariatan, Steven Mamo, menuturkan, dalam bantuan studi tersebut Pemda Bodi tidak kedepankan musyawarah dan tidak ada transparansi, serta tidak adanya penghargaan terhadap hak asasi anak asli Bodi, karena jelas dalam pembagian bantuan studi itu telah terjadi permainan yang bermuara pada merugikan rakyat Bodi.
“Kami ajukan proposal beasiswa ke Pemda Kota/Kabupaten Jayapura tapi kami ditolak, dan jawabannya kami harus kembali ke Bodi, tapi di Bodi pun dtiolak, jadi kami pertanyakan kami ini warga Negara mana. Pak Yesaya Merasi harus tahu itu. Jadi kami tidak ada perlindungan hukum,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua KPMM, Marthen Luther Wambarop, menyampaikan, pedoman itu jelas bertentangan dengan keharmonisan pada 4 suku besar di Bodi. Jadi untuk mengatasi masalah saat ini, maka harus dibentuk tim untuk data kebutuhan mahasiswa, dan secepatnya mencairkan anggaran untuk mahasiswa yang belum dapatkan bantuan studi.(nls/achi/LO1)