Radar Merauke menyajikan informasi terkini tentang berbagai peristiwa yang terjadi di kota Merauke dan wilayah Papua Selatan umumnya.
UPDATE!! Berita di Radar Merauke dapat dibaca langsung lewat Smartphone Android! Baca fiturnya DISINI atau Download aplikasinya disini : LINK Download Android RadarMeraukeCom.APK !!! Baca berita Via Opera Mini Atau Browser Handphone (Blackberry/Iphone/Symbian) : http://www.radarmerauke.com/?m=1 .

Saturday, 20 October 2012

Jelajah ke Ujung Paling Timur di Indonesia (Merauke)


1343183878101091596
Pantai Merauke
Beberapa hari di Jayapura saya sempat berjalan-jalan di kota dan ke perbukitan. Menurut mata saya, laut di pantai Jayapura sangat biru, memantulkan warna langit sewarna lazuardi. Pertokoan, perkantoran dan restoran mengelilingi pantai yang menjorok ke daratan ini. Kita bisa makan di restoran sambil memandang ke pantai dan laut yang terlihat cantik dengan adanya pulau pulau kecil di teluk yang indah itu. Namun berita akhir-akhir ini teluk di Jayapura makin tercemar oleh sampah dan limbah pabrik. Sayang sekali.
Jayapura didirikan tahun  tahun 1910. Tepatnya tanggal 7 Maret 1910 oleh wong londo seorang Kapten Infanteri Kerajaan Belanda bernama FJP Sachses. Kota dengan teluk indah tersebut dinamakan Hollandia, dan dijadikan ibu kota distrik. Oleh Bung Karno lalu dinamakan Kota Baru dan Sukarnopura,  namun berganti nama menjadi Jayapura setelah tahun 1968. Jayapura sendiri berasal dari nama Jaipur dalam bahasa Sanskerta, Jaya artinya kemenangan dan Pura artinya Kota.

Banyak toko-toko souvenir yang menjual oleh-oleh khas Papua. Koteka,patung-patung kayu aneka bentuk,  lukisan di kulit kayu, hiasan kepala dari bulu, rok dari rami (yang saya ingin sekali coba pakai), gelang kayu, T-shirt bergambar burung cenderawasih, bros perak, dan macam-macam lagi. Siang hari saat beristirahat, toko yang tutup meletakkan sebatang tombak melintang. Cuma itu saja sebagai tanda tutup. Kita masih bisa melewatinya, dan heran karena tidak seorangpun tampak di toko tersebut.

Saya orang Sunda, rasanya aneh kalau sehari saja tidak nemu lalapan. Di sini rupanya sayur tidak melimpah seperti di Jawa Barat (eaaa ya iyalah), kalaupun ada harganya relatif mahal. Teman saya memesan papan bunga untuk ucapan selamat di acara peresmian disana, dan setelah jadi, ternyata bunganya bunga kertas. Dia keheranan. Tidak seperti di papan bunga di Bandung, yang memakai gladiol, anyelir, mawar, dan anggrek  yang kesemuanya segar untuk hiasannya (eaaa ya iyalah, sekali lagi). Vegetasi memang saya lihat sekilas sangat berbeda dengan Jawa Barat. Rasanya saya jarang lihat pohon pisang dan pohon singkong. Mungkin ditanamnya ngumpet. Itu tebakan saya yang naif.  Tapi saya merasa kagum pada pengusaha restoran masakan Padang, dimana-mana ada! Sampai disinipun ada restoran Padang yang rasanya otentik! Hebat.

Malam hari saya jalan-jalan ke perbukitan dimana kita bisa melihat pemandangan Jayapura di malam hari. Luar biasa indahnya. Sayang saya tidak membawa kamera (jedotin kepala berulang-ulang ke tembok). Sekalinya seumur hidup ini saya pergi ke Papua, tidak membawa kamera. Ah. Sedih sekali kalau ingat.
Pemandangan sangat indah, udara disini hangat bahkan bisa dibilang panas, namun angin pantai terasa segar. Mungkin karena belum banyak tercemar polusi. Saya berdiri menikmati pemandangan berlama-lama, teman saya berkata “hati-hati kena panah nyasar!”. Entah becanda entah serius. Becanda sih, tapi tak urung membuat saya seram juga.

Dari Jayapura perjalanan berlanjut ke Merauke. Perjalanan dengan pesawat memakan waktu sekitar 1 jam. Pesawat yang saya gunakan, rasanya lebih berasa naik bis daripada naik pesawat, beberapa orang bahkan menjinjing kuali dan panci. Rasanya naik bis butut antar kota Tasik Garut atau apalah, karena bangku pesawatnya bahkan dekil sekali.
Begitu turun di Merauke, saya keheranan. Udaranya sejuk. Kering memang, tapi siang hari ini angin terasa sejuk. Bahkan dingin. Saya tanyakan kenapa. Katanya di Merauke mendapat angin tenggara dari Australia, karena Australia sedang mengalami musim dingin, maka angin yang membawa udara dingin tersebut bisa membuat Merauke bersuhu 20 sampai dengan 21 derajat Celcius.

Kota Merauke tampak sepi, jalanannya lebar, bisa dibilang lengang. Teman seperjalanan saya mengeluh ingin makan bakso dan bala-bala. Sepertinya menurut saya itu bukan pilihan tepat. Makanan hasil laut di Papua luar biasa enaknya. Dan saya belum bosan makan kepiting dan udang disini. Entahlah. Menurut saya rasanya lebih manis dan gurih. Lagi-lagi disini kami menemukan banyak rumah makan Padang!. Jadi jangan khawatir buat yang susah makan, rumah makan Padang selalu setia ada dimana-mana.

Kami menginap di hotel yang bisa dibilang sederhana. Tapi kamarnya luas. Nah di Merauke ini saya senang sekali berjalan kaki kemana-mana. Ke pasar, ke toko-toko, dan lainnya. Cuma saya tidak sempat ke peternakan buaya. Merauke terkenal dengan produksi kulit dari peternakan buaya. Dan rusa. Hidangan sate rusa adalah biasa. Dendeng rusa baik yang manis maupun asin tersedia. Menurut saya daging rusa lembut dan enak, tapi saya tidak tega memakannya. Rasanya terbayang mata anak rusa yang bening dan hitam menatap saya. Mungkin saya banyak membaca tentang rusa atau kancil, sehingga tidak tega menghadapinya di meja sebagai sate.

Keesokan hari setelah sampai di Merauke, kami pergi ke perbatasan dengan Papua New Guinea. Ke Sota. Perjalanan cukup jauh melewati hutan-hutan yang tampak kering. Karena lama saya sampai mengantuk, dan terkantuk-kantuk kepala saya tersandar pada bule Jerman di sebelah saya. Sampai rupanya saya ketiduran. Tengsin banget ketika terbangun kepala saya ada di pundaknya. “it’s okay” katanya sambil tersenyum. Tapi tetap saja saya malu. Dan mengira-ngira, tadi saya sempat ngiler apa tidak ya ke pundaknya.

Di jalan saya sempat terheran melihat burung kakatua terbang dari satu dahan ke dahan lain. Wah baru kali ini saya melihat burung kakatua tidak dikurung. Menurut supir yang mengantar kami, jangan sampai saja ketemu ular berkaki. Karena ular berkaki sangat mematikan, katanya. Lewat episode saya ketiduran, kami melihat rumah semut yang luar biasa, tinggi dan besar. Malah menurut saya bentuknya seperti Candi Prambanan, ada yang lebih tinggi dari lima meter!.

Namanya Musamus, dan itu adalah sejenis rayap yang membangun rumah gedung pencakar langit ala semut tersebut. Semutnya sih tidak galak, buktinya saya tidak sempat digigit. Kami sempat berhenti dan berfoto karena semua heboh melihat rumah semut tersebut. Kalau di dunia semut, Musamus ini mirip menara Petronas kali ya. Musamus dijadikan lambang daerah oleh Merauke.

Sesampai di tugu Merauke dengan patung Garuda di puncaknya, kami pun berfoto lagi. Saya berharap suatu hari saya bisa pergi ke Sabang, jadi saya bisa punya dua foto tugu, Sabang dan Merauke. Lalu kami bertemu tentara penjaga perbatasan, yang masih muda-muda sekali menurut saya. Mereka ramah dan senang sekali rupanya bertemu dengan kami. Di sana saya juga bertemu orang-orang Papua New Guinea yang datang untuk keperluan dagang. Bahasa Inggris mereka keren sekali, apa karena Papua New Guinea adalah persemakmuran Inggris ya? Demikian pikir saya. Saya bahkan sempat ngobrol dan menukar 1 Kina mata uang negara mereka, bergambar burung cenderawasih, untuk kenang-kenangan.

Tugu perbatasan bertera Team Survey Indon, dan angka lintang utara dan selatan, yang setelah dicek dengan GPS kami, kok selisih ya? Mungkin puluhan tahun lalu saat batas dipetakan, GPSnya belum secanggih sekarang. Tugu kecil ini terletak di lapangan terbuka di tengah hutan. Saya iseng melangkah kaki mondar-mandir di perbatasan Indonesia dan Papua New Guinea tersebut, sambil berkata, “Hore saya bisa bolak-balik ke luar negeri beberapa kali dalam 10 menit saja”.  Yang lain geleng-geleng kepala.

Sehari sebelum pulang, kami menyempatkan bermain ke pantai Merauke. Pantai sepi sekali. Pohon kelapa di bibir pantai. Pasirnya putih tapi tidak bersih, banyak ranting, dedaunan, dan batang-batang kayu lapuk, namun bukan sampah hasil manusia sih, berserakan di pantai. Angin di pantai ini, dingin sekali. Oh ya saya ingat lagi perkataan waktu saya datang, ada angin tenggara,  yang membawa musim dingin dari Australia.
Share on :
Silahkan berikan komentar melalui Facebook. Jangan lupa login dulu melalui akun facebook anda. Pembaca dapat mengirimkan komentar terkait artikel atau berita yang ditayangkan. Isi komentar bukan merupakan pandangan, pendapat ataupun kebijakan radarmerauke.com dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Ditulis Oleh : ~ Portal Berita Merauke

Artikel Jelajah ke Ujung Paling Timur di Indonesia (Merauke) ini diposting oleh Portal Berita Merauke pada hari Saturday, 20 October 2012. Radar Merauke menyajikan informasi terkini tentang berbagai peristiwa yang terjadi di kota Merauke dan wilayah Papua Selatan umumnya. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar. Copyright berita dalam site ini milik pemilik berita: Kompas, Cenderawasihpos, Tabloid Jubi, Jaringan Pasificpost, Infopublik, Jaringan JPNN dll. Radar Merauke adalah web personal yang merangkum berita dari berbagai media.
 
© Copyright RadarMerauke.com | Portal Berita Merauke @Since 2008 - 2013 - Some rights reserved | Powered by Blogger.com.
Template Design by Owner Template | Published by Owner Template and Owner
WWW.RADARMERAUKE.COM - PORTAL BERITA MERAUKE
( www.radarmerauke.me | www.radarmerauke.asia | Email : radarmerauke@gmail.com | radarmerauke@yahoo.com )

Radar Merauke menyajikan informasi terkini tentang berbagai peristiwa yang terjadi di kota Merauke dan wilayah Papua Selatan umumnya. Copyright berita dalam site ini milik pemilik berita: Kompas, Bintang Papua, Cenderawasihpos, Tabloid Jubi, Jaringan Pasificpost, Infopublik, suluhpapua, Jaringan JPNN dll. Radar Merauke adalah web personal yang merangkum berita dari berbagai media.