MERAUKE, KOMPAS.com — Penyediaan lahan untuk program Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua, seharusnya memanfaatkan lahan-lahan tidur yang ada, bukan membuka hutan dalam skala luas untuk kawasan MIFEE.
”Gunakan lahan tidur dulu. Jangan langsung membuka hutan,” kata Kepala Badan Pengembangan Sosial Ekonomi Yayasan Santo Antonius Merauke, Jago Bukit, di Merauke, Jumat (27/1/2012).
Berdasarkan data Pemerintah Kabupaten Merauke, pada tahap pertama, total luas lahan yang
disiapkan untuk program MIFEE 228.777 hektar. Jago Bukit menuturkan, dari luas lahan itu, lahan yang bakal dimanfaatkan investor mencapai 146.502 hektar, sedangkan untuk perkebunan rakyat 1.600 hektar. Adapun lainnya dimanfaatkan untuk pelabuhan, peternakan, perikanan, dan perkebunan.
Untuk jangka menengah, lahan untuk MIFEE ditambah lagi 609.149 hektar dan jangka panjang 203.609 hektar. ”Lahan yang direkomendasikan untuk MIFEE mencapai 1,2 juta hektar,” ujarnya.
Menurut Jago Bukit, pembukaan hutan untuk MIFEE akan merugikan masyarakat adat karena di dalam hutan itu terdapat dusun sagu atau hutan sagu. Ini merupakan sumber pangan bagi masyarakat adat.
”Bila hutan dibuka, dusun sagu terancam turut dibabat. Pembukaan hutan juga akan memengaruhi perubahan iklim. Sekarang banyak persoalan terakit perubahan iklim,” katanya.