Sejumlah warga binaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Merauke mengeluhkan kinerja Kepolisian dan Aparat Kejaksaan. Pasalnya, upaya hukum yang dilakukan para napi dengan memberikan uang bagi kedua lembaga hukum itu untuk meringankan hukuman mereka sama sekali tidak digubris.
EK, salah seorang napi yang berhasil dijumpai JUBI di Lapas Merauke, Senin (11/6) mengaku telah membayar jaksa senilai 15 juta rupiah untuk meringankan hukumannya. Sayang kejaksaan tidak mengabulkannya. Melainkan, terus memproses kasusnya hingga dirinya menjadi tahanan titipan kejaksaan di Lapas Merauke. EK adalah salah seorang napi yang terjerat hukum lantaran kasus pemukulan. “Uang saya sudah habis, tapi tetap saja hukuman tidak berubah. Padahal saya ini bukan orang mampu,” tuturnya.
Begitupula dengan AH, seorang napi yang notabene ketua Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Merauke. Dirinya terkena hukuman lantaran membela kawannya dalam sebuah kasus. Dirinya pun membenarkan praktek suap menyuap terjadi di kedua lembaga hukum itu. “Waktu masih dalam upaya hukum saya sudah membayar 30 juta rupiah, namun tetap saja tidak ada keringanan. Kalau tahu begitu lebih baik kemarin saya tidak memberikan uang,” ucapnya kesal.
Hal senada juga diamini AC, seorang napi yang terjerat hukum karena kasus pencabulan. “Saya malah membayar Rp 100 juta, tapi hukumannya tetap berat,” keluhnya.
Ketiganya mengatakan, praktek tersebut sudah lama berlangsung di lembaga hukum tersebut. Namun sayangnya, tidak sampai tercium ke tengah masyarakat. “Kalau memang mau tegakkan hukum, seharusnya kejaksaan bisa bertindak adil dan jangan hanya mau uangnya saja. Jangan pula pejabat yang melakukan korupsi dibebaskan sementara kami yang kena kasus kecil-kecil saja dihukum seberat-beratnya,” tukas ketiganya sembari berharap agar masa hukuman mereka segera berakhir. (drie/Merauke)
Sumber : Tabloid Jubi
EK, salah seorang napi yang berhasil dijumpai JUBI di Lapas Merauke, Senin (11/6) mengaku telah membayar jaksa senilai 15 juta rupiah untuk meringankan hukumannya. Sayang kejaksaan tidak mengabulkannya. Melainkan, terus memproses kasusnya hingga dirinya menjadi tahanan titipan kejaksaan di Lapas Merauke. EK adalah salah seorang napi yang terjerat hukum lantaran kasus pemukulan. “Uang saya sudah habis, tapi tetap saja hukuman tidak berubah. Padahal saya ini bukan orang mampu,” tuturnya.
Begitupula dengan AH, seorang napi yang notabene ketua Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Merauke. Dirinya terkena hukuman lantaran membela kawannya dalam sebuah kasus. Dirinya pun membenarkan praktek suap menyuap terjadi di kedua lembaga hukum itu. “Waktu masih dalam upaya hukum saya sudah membayar 30 juta rupiah, namun tetap saja tidak ada keringanan. Kalau tahu begitu lebih baik kemarin saya tidak memberikan uang,” ucapnya kesal.
Hal senada juga diamini AC, seorang napi yang terjerat hukum karena kasus pencabulan. “Saya malah membayar Rp 100 juta, tapi hukumannya tetap berat,” keluhnya.
Ketiganya mengatakan, praktek tersebut sudah lama berlangsung di lembaga hukum tersebut. Namun sayangnya, tidak sampai tercium ke tengah masyarakat. “Kalau memang mau tegakkan hukum, seharusnya kejaksaan bisa bertindak adil dan jangan hanya mau uangnya saja. Jangan pula pejabat yang melakukan korupsi dibebaskan sementara kami yang kena kasus kecil-kecil saja dihukum seberat-beratnya,” tukas ketiganya sembari berharap agar masa hukuman mereka segera berakhir. (drie/Merauke)
Sumber : Tabloid Jubi