Hasil yang ditemukan sangat mengejutkan, air hasil rendaman batu petir ternyata mengandung butiran-butiran kristal dengan ukuran 1,7 Micron - 1,8 Micron sedangkan air yang tiodak direndam batu petir ponari tidak ditemukan kristal sama sekali, kristal-kristal inilah yang diperkirakan dapat menyembuhkan penyakit, tetapi Dinas Kesehatan JATIM belum dapat memastikan apakah kristal ini yang menjadi faktor penyembuhan atau masih ada faktor-faktor lain.Untuk langkah penelitian terhadap air rendaman batu petir Dinas kesehatan akan mengumpulkan dan meneliti para pasien-pasien ponari yang mengaku sembuh dari penyakitnya setelah meminum rendaman air dari batu petir ponari, jadi secara ilmiah batu ajaib ponari semakin dapat di terangkan secara ilmiah.
hal ini hampir sama dengan apa yang dilakukan masaru emoto yang meneliti air dan kristal air dari air zam-zam dan air-air yang telah didoakan oleh biksu-biksu di teliti mengandung kandungan kristal berbentuk bunga segi enam (hampir sama dengan butiran kristal salju) sedangkan air yang diberi umpatan dan caci maki membentuk kristlsa-kristal hitam yang buruk (sumber Liputan Malam RCTI 01.15)
Kisah Batu Sakti Ponari
Apa sebenarnya batu ajaib milik Ponari, dukun cilik asal Megaluh, Jombang, yang aksinya mencengangkan Jawa Timur itu?
Menurut Ponari, batu ajaib itu ditunggu dua makhluk gaib, laki-laki dan perempuan bernama Rono dan Rani. Dua makhluk gaib itulah yang selama ini memberikan amanat kepada Ponari untuk menolong orang sakit melalui batu yang ditemukan pertengahan Januari lalu.
Kisah penemuan batu sebesar kepalan tangan anak-anak berwarna coklat kemerahan itu cukup dramatis dan bernuansa mistis. Ponari dalam ceritanya beberapa waktu lalu mengungkapkan, batu itu ditemukan secara tidak sengaja, yakni saat hujan deras mengguyur desanya.Sebagaimana bocah-bocah seusianya, Ponari bermain-main di bawah guyuran hujan lebat yang sesekali diiringi suara geledek. Pada saat itu, lanjut Ponari, bersamaan suara petir yang menggelegar, kepalanya seperti dilempar benda keras.Sejurus kemudian, Ponari merasakan hawa panas menjalar ke seluruh tubuhnya. Bersamaan itu, Ponari merasakan ada batu berada di bawah kakinya. Batu tersebut mengeluarkan sinar warna merah. Karena penasaran, batu itu dibawa pulang dan diletakkan di meja.
PASIEN PERTAMA
Siapa "pasien" pertama Muhammad Ponari? Bocah yang namanya melejit bak artis itu pertama kali menyembuhkan tetangga yang muntah dan sakit panas.Mendengar cerita Ponari tentang penemuan batu ajaib itu, Kasim, sang ayah, menganggap anaknya hanya membual. Bahkan, neneknya, Mbok Legi, membuang batu tersebut di rumpun bambu. Namun, aneh, ketika sang nenek kembali ke rumah, batu itu sudah berada di tempat semula. Padahal, lokasi rumpun bambu itu berjarak sekitar 100 meter dari rumah.
Beberapa hari kemudian, tetangga mereka mengalami sakit panas dan muntah-muntah. Tanpa ada yang meminta, Ponari membawa batu ajaib dan memasukkannya ke segelas air putih, kemudian diminumkan kepada tetangga yang sakit.Ajaib, beberapa jam kemudian, tetangga tadi sembuh total. Bermula dari sinilah, kemudian kabar cepat beredar dari mulut ke mulut, dan akhirnya setiap hari rumah keluarga Ponari didatangi ribuan pengunjung.
Hampir tiga minggu koran Jawa Timur mengabarkan kisah berbau mistis yang jelas tidak masuk akal tentang kesaktian Ponari. Siapakah Ponari? Apakah dia seorang berperawakan tinggi besar, sakti mandraguna tanpa tanding? Jawabnya, Ponari bukanlah sosok seperti itu. Muhammad Ponari (nama lengkapnya) hanyalah bocah berumur 10 tahun dari dusun Kedungsari, desa Balongan, kecamatan Megaluh, kabupaten Jombang. Tetapi mengapa sampai dipercaya orang menjadi juru sembuh (baca: dukun)? Ponari menjadi dukun tiban alias mendadak dukun gara-garanya hanyalah menemukan sebongkah batu bertuah. Bocah kelas 3 SD itu menemukan batu sekepalan tangan setelah disambar petir ketika bermain-main di bawah hujan lebat. Batu itulah yang dianggap mampu menyembuhkan berbagai penyakit dengan cara mencelupkannya ke dalam air putih dan airnya diminum si sakit.
Kabar kesaktian Ponari menyebar sampai ke segala penjuru Jawa Timur. Ketenarannya menyamai si Jagal Ryan yang juga sama-sama dari Jombang. Untuk mendapatkan celupan batu (bentuk batu itu sama dengan batu-batu yang kita lihat di sungai) ke dalam air putih yang dibawa pasien, harus mengantri. Panjang antrian berkilo-kilometer dan jumlah pengantri ditaksir sempat hingga sampai 30 ribu lebih dan pasien yang sudah meminum air batu celup sebanyak 11 ribu orang.
Akibat berdesak-desakan untuk mengantri mendapatkan celupan batu milik Ponari itu sudah jatuh korban 4 orang tewas. Pihak terkait sempat menutup praktik Ponari beberapa hari tetapi diijinkan buka kembali karena pasien yang datang dari berbagai kota terlanjur menyemut. Untuk mengatur antrian pun dibentuk kepanitiaan dan dibantu kepolisian. Konon pengobatan itu gratis hanya disediakan kotak sumbangan sukarela yang setiap hari diperoleh uang lebih kurang 50 juta rupiah (diduga Ponari dimanfaatkan untuk mendapatkan uang demi keuntungan beberapa pihak).
Melihat sosok Ponari di layar tv ketika sedang mengobati sangatlah tidak sesuai dengan gambaran kesaktiannya. Cara mengobati Ponari hanyalah dengan cara digendong dengan tangan kanan memegang batu yang dicelupkan ke dalam air yang dibawa para pengantri. Lama celupan hanya dalam hitungan detik. Perhatian Ponari ketika menyembuhkan tidak seperti dokter yang serius memperhatikan pasien tetapi justru matanya asyik melihat layar HP yang dimainkannya dengan tangan kiri. (Sikap Ponari seperti anak kecil lainnya dan belum mengerti jikalau dia sebenarnya dimanfaatkan belaka. Bahkan diapun tidak lagi bersekolah.)
Fenomena Ponari ini membuat hati saya bertanya-tanya. Sudah sedemikian parahkah sakit yang diderita masyarakat di sekitar kita? Fenomena Ponari ini hanya gejala sakit masyarakat secara sosial. Sebuah akumulasi keputusasaan dari bertumpuknya beban hidup. Perwujudan dari masyarakat yang sakit itu adalah mulai berhalusinasi dengan percaya pada hal-hal yang diluar aturan agama, di luar akal sehat dan hanya ikut-ikutan.
Jumlah pasien Ponari yang sedemikian benyaknya itu apakah selama ini sudah tersentuh layanan kesehatan murah yang disediakan pemerintah yaitu Puskesmas atau layanan asuransi kesehatan untuk masyarakat miskin? Bila mereka beralasan tidak mampu tentunya sangat tidak masuk akal karena mereka datang dari berbagai kota yang tentunya memerlukan ongkos transportasi yang lebih besar dari ongkos ke Puskesmas. Kemungkinan lain adalah mereka para pasien yang sudah akut yang mendekati putus asa ketika mendengar kesaktian batu Ponari seperti mendapatkan pengharapan demi kesembuhan.
Sumber : Kompas , Jawa Pos etc, indospiritual.com
Sumber : http://pandjiwinoto.co.cc / Lintas Berita