KOMPAS- Masih banyak orangtua yang menganggap pendidikan tidak terlalu penting sehingga sekolah bukan menjadi sebuah kebutuhan. Ini fenomena pendidikan di Papua yang diungkapkan oleh Rektor Universitas Musamus Merauke, Philippus Betaubun.
Oleh karena itu, dibutuhkan orang-orang yang mampu mengobarkan semangat masyarakat untuk mengembangkan pendidikan. Tak hanya merampungkan wajib belajar 9 tahun, tetapi juga semangat mengembangkan diri sampai perguruan tinggi.
"Papua itu daerah kaya, apa saja ada. Hanya dengan mengolah alam saja bisa bertahan hidup. Jadi banyak masyarakat yang tak mau masuk dalam satu sekolah," kata Philippus saat dijumpai usai Malam Dharma Puruhita di Gedung PRPP, Semarang, Selasa (20/11/2012).
Namun jika ada penduduk Papua yang ingin sekolah, kendala seperti kurangnya tenaga pengajar masih terjadi. Ia mengungkapkan bahwa banyak satu sekolah hanya memiliki satu guru saja di Papua. Hal ini membuat generasi yang di sana menjadi ketinggalan informasi dan tidak melek teknologi.
"Teknologi saat ini makin pesat. Agar tidak ketinggalan, sesuai dengan perkembangan saat ini pendidikan menjadi sangat penting," jelas Philippus.
Kebutuhan akan pengobar semangat ini diterima Papua melalui beberapa gerakan sosial yang mau berbagi meski menghadapi persoalan geografis. Salah satunya, Program Djarum Beasiswa Plus yang juga merambah Papua. Program ini disambut baik karena selain memberikan bantuan pendidikan, Djarum Foundation ini juga akan mengembangkan kebudayaan yang ada di Papua agar tidak tergerus kemajuan jaman. Misalnya, pengembangan masyarakat suku Asmat.
Dengan menyeimbangkan pengembangan hardskill dan softskill, program ini diyakini mampu melahirkan generasi Papua yang cakap, cerdas dan mampu memajukan wilayahnya. Untuk program tahun 2012/2013, sekitar 15 anak dari Papua berhasil menjadi keluarga besar Beswan Djarum dan diharapkan bisa menularkan semangat bersekolah kepada adik-adiknya.
Oleh karena itu, dibutuhkan orang-orang yang mampu mengobarkan semangat masyarakat untuk mengembangkan pendidikan. Tak hanya merampungkan wajib belajar 9 tahun, tetapi juga semangat mengembangkan diri sampai perguruan tinggi.
"Papua itu daerah kaya, apa saja ada. Hanya dengan mengolah alam saja bisa bertahan hidup. Jadi banyak masyarakat yang tak mau masuk dalam satu sekolah," kata Philippus saat dijumpai usai Malam Dharma Puruhita di Gedung PRPP, Semarang, Selasa (20/11/2012).
Namun jika ada penduduk Papua yang ingin sekolah, kendala seperti kurangnya tenaga pengajar masih terjadi. Ia mengungkapkan bahwa banyak satu sekolah hanya memiliki satu guru saja di Papua. Hal ini membuat generasi yang di sana menjadi ketinggalan informasi dan tidak melek teknologi.
"Teknologi saat ini makin pesat. Agar tidak ketinggalan, sesuai dengan perkembangan saat ini pendidikan menjadi sangat penting," jelas Philippus.
Kebutuhan akan pengobar semangat ini diterima Papua melalui beberapa gerakan sosial yang mau berbagi meski menghadapi persoalan geografis. Salah satunya, Program Djarum Beasiswa Plus yang juga merambah Papua. Program ini disambut baik karena selain memberikan bantuan pendidikan, Djarum Foundation ini juga akan mengembangkan kebudayaan yang ada di Papua agar tidak tergerus kemajuan jaman. Misalnya, pengembangan masyarakat suku Asmat.
Dengan menyeimbangkan pengembangan hardskill dan softskill, program ini diyakini mampu melahirkan generasi Papua yang cakap, cerdas dan mampu memajukan wilayahnya. Untuk program tahun 2012/2013, sekitar 15 anak dari Papua berhasil menjadi keluarga besar Beswan Djarum dan diharapkan bisa menularkan semangat bersekolah kepada adik-adiknya.