Pengadilan Tingkat Banding di Pengadilan Tinggi Jayapura telah membebaskan terdakwa Pilot William Henry Scott Bloxam dari segala tuntutan pengadilan. Dengan demikian, secara tegas hakim Pengadilan Tinggi Jayapura memerintahkan terdakwa untuk segera meninggalkan wilayah NKRI.
Hal ini disampaikan Kuasa Hukum kelima terdakwa MH. Rifan,SH dalam konferensi pers yang dilaksanakan di Rumah Makan Pondok Bambu (11/3). Menurut Rifan, perintah untuk segera meninggalkan wilayah NKRI bukan dalam posisi di deportasi karena tidak ada itikad melanggar hukum. “Karena tidak ada itikad melanggar hukum maka terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan. Jadi putusannya bebas murni, dalam artian tidak ada aturan hukum yang dilanggar," tutur Rifan kepada sejumlah wartawan seraya memberikan salinan putusan dari Pengadilan Tinggi Jayapura.
Menurut Rifan, dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Pilot William yang melanggar pasal 58, jo pasal 13 ayat (2) UU Penerbangan No.15 Tahun 1992 terbukti tidak terdapat perbuatan melawan hukum sehingga Pilot William dijatuhi putusan bebas onslag dalam arti memang benar Pilot William memasuki wilayah hukum NKRI, namun tak ada aturan yang dilanggar. “Salah satu pertimbangan majelis hakim PT Jayapura juga menyatakan bahwa pihak ATC ketika menemui pesawat tidak mengantongi dokumen FA dan SC seharusnya memerintahkan untuk meninggalkan wilayah udara NKRI. Jadi diperintahkan, bukan diminta sebagaimana diatur dalam pasal 8 undang-undang nomor 1 tahun 2009 tentang penerbangan," tuturnya sembari mengatakan bahwa hal itu terjadi karena keteledoran dan kelalaian pihak ATC yang membiarkan pilot untuk tetap berjalan ke wilayah RI.
Saat itu, lanjut Rifai, Pilot William dalam posisi 62 Nautical Mile telah menyampaikan dan menyatakan bahwa jika tidak dapat memasuki NKRI maka pesawat akan kembali. Namun dari pihak ATC menyatakan tunggu dulu untuk melakukan koordinasi. “Itu yang menjadikan pesawat terbang terus ke wilayah Indonesia. Seharusnya, sebagai petugas ATC yang memahami hukum internasional dapat memerintahkan pilot untuk berputar dulu di wilayah udara Australia. Sehingga salah saru pertimbangan hukum dari pengadilan tinggi seakan-akan pihak ATC menjebak pilot William untuk memasuki wilayah Indonesia. Ini menjadi dasar Pengadilan Tinggi untuk menjatuhkan putusan Onslag kepada pilot," jelasnya panjang lebar.
Sementara itu, terhadap barang bukti berupa satu unit pesawat Partenavia P-68 No. Registrasi VH-PFP milik Cape Air Transport dan sejumlah dokumen dikembalikan kepada terdakwa. (drie/Merauke)
Sumber : Tabloid Jubi
Hal ini disampaikan Kuasa Hukum kelima terdakwa MH. Rifan,SH dalam konferensi pers yang dilaksanakan di Rumah Makan Pondok Bambu (11/3). Menurut Rifan, perintah untuk segera meninggalkan wilayah NKRI bukan dalam posisi di deportasi karena tidak ada itikad melanggar hukum. “Karena tidak ada itikad melanggar hukum maka terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan. Jadi putusannya bebas murni, dalam artian tidak ada aturan hukum yang dilanggar," tutur Rifan kepada sejumlah wartawan seraya memberikan salinan putusan dari Pengadilan Tinggi Jayapura.
Menurut Rifan, dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Pilot William yang melanggar pasal 58, jo pasal 13 ayat (2) UU Penerbangan No.15 Tahun 1992 terbukti tidak terdapat perbuatan melawan hukum sehingga Pilot William dijatuhi putusan bebas onslag dalam arti memang benar Pilot William memasuki wilayah hukum NKRI, namun tak ada aturan yang dilanggar. “Salah satu pertimbangan majelis hakim PT Jayapura juga menyatakan bahwa pihak ATC ketika menemui pesawat tidak mengantongi dokumen FA dan SC seharusnya memerintahkan untuk meninggalkan wilayah udara NKRI. Jadi diperintahkan, bukan diminta sebagaimana diatur dalam pasal 8 undang-undang nomor 1 tahun 2009 tentang penerbangan," tuturnya sembari mengatakan bahwa hal itu terjadi karena keteledoran dan kelalaian pihak ATC yang membiarkan pilot untuk tetap berjalan ke wilayah RI.
Saat itu, lanjut Rifai, Pilot William dalam posisi 62 Nautical Mile telah menyampaikan dan menyatakan bahwa jika tidak dapat memasuki NKRI maka pesawat akan kembali. Namun dari pihak ATC menyatakan tunggu dulu untuk melakukan koordinasi. “Itu yang menjadikan pesawat terbang terus ke wilayah Indonesia. Seharusnya, sebagai petugas ATC yang memahami hukum internasional dapat memerintahkan pilot untuk berputar dulu di wilayah udara Australia. Sehingga salah saru pertimbangan hukum dari pengadilan tinggi seakan-akan pihak ATC menjebak pilot William untuk memasuki wilayah Indonesia. Ini menjadi dasar Pengadilan Tinggi untuk menjatuhkan putusan Onslag kepada pilot," jelasnya panjang lebar.
Sementara itu, terhadap barang bukti berupa satu unit pesawat Partenavia P-68 No. Registrasi VH-PFP milik Cape Air Transport dan sejumlah dokumen dikembalikan kepada terdakwa. (drie/Merauke)
Sumber : Tabloid Jubi