Perihal menetapnya kelima WNA berkebangsaan Australia di ruang tunggu keberangkatan ternyata menuai komentar dari beberapa penumpang yang secara langsung menyaksikan keberadaan mereka di ruang kedatangan Bandar Udara Mopah Merauke.
Dari hasil pantauan JUBI, kelima WNA nampak tidak peduli dengan orang – orang yang memperhatikan mereka. Nampak pula peralatan pribadi seperti kasur dan sejumlah perlengkapan makan berjejer pada kaca jendela ruang itu. “Ruang kedatangan ini bukan kamar tidur, seharusnya mereka harus diusir dari tempat ini. Jika memang Kejaksaan masih melakukan penahanan terhadap mereka, seharusnya kejaksaan bertanggung jawab terhadap keberadaan mereka saat ini, bukan membiarkan,” ujar salah seorang warga yang ditemui JUBI di ruang kedatangan dan tak mau disebutkan namanya, Jumat (13/3). Keberadaan mereka di tempat ini, lanjutnya, merupakan suatu aksi demo atas peristiwa yang menimpa mereka.
Hal senada, disampaikan pula oleh Budiono, seorang warga yang sehari-hari bertugas di bandara. Dirinya mengatakan bahwa kelima WNA tersebut sedang berdemo menentang keputusan Kejaksaan Negeri Merauke . “Kehadiran mereka sangat mengganggu pandangan orang lain, karena ada kasur dan perlengkapan tidur mereka. Jadi sebaiknya mereka dipindahkan dari tempat ini.
Sementara itu, Bagian Pengawasan Bandar Udara Mopah Merauke Ricky Marthin ketika dikonfirmasi terpisah mengatakan, bahwa sejauh ini pihaknya masih bersabar dan selalu berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan dan Imigrasi. Bahkan, pihaknya akan memindahkan mereka ke ruangan khusus yang masih berada di areal Bandara Mopah Merauke. “Saya sudah perintahkan staf saya untuk membersihkan ruangan, kemungkinan sore ini akan dipindahkan karena mengganggu penumpang bandara dan aktifitas bandara,” ujarnya.
Kondisi Psikis Kelima WNA Mulai Terganggu
Sementara itu meski tampaknya tidak peduli dengan orang-orang yang memperhatikan merekanamun terlihat kondisi psikologis dari kelima WNA Australia yang kini mendiami ruang kedatangan Bandar Udara Mopah Merauke kini mulai terganggu. Hal ini tergambar pada kecemasan yang nampak di raut wajah mereka menanti keputusan dari pihak Kejaksaan Negeri Merauke.
“Saya tidak usah bilang, yang jelas kita bisa gambarkan sendiri bagaimana kelima WNA yang nota bene telah lanjut usia itu merasa ketakutan karena segala barang bukti baik pesawat dan paspor beserta dokumen yang mereka miliki kini masih ditahan di Kejaksaan karena akan dinaikkan ke tingkat kasasi,” kata kuasa hukum kelima WNA Australia, Efraim Fangohoy SH ketika dikonfirmasi di Bandar Udara Mopah Merauke, Jumat (13/3). Pasca putusan itu, kata Efraim, pihak kejaksaan belum memberikan petunjuk apapun kepada kelima WNA itu. “Kita ikuti saja dulu apa kemauan dari pihak Kejaksaan Negeri Merauke sambil menempuh langkah-langkah untuk membantu kelima klien saya,” tuturnya.
Begitu pula dengan keberadaan kelima WNA yang mengundang kontroversi di kalangan masyarakat, masih belum jelas sampai kapan kelimanya akan terus bertahan mendiami ruang kedatangan Bandara Mopah. “Yang jelas mereka merasa ketakutan dan kalau mereka punya kemauan untuk tetap bertahan maka kami tidak bisa paksakan. Ini orang asing dan hak asasi mereka,” tegas Efraim. (drie/Merauke)
Sumber : Tabloid Jubi
Dari hasil pantauan JUBI, kelima WNA nampak tidak peduli dengan orang – orang yang memperhatikan mereka. Nampak pula peralatan pribadi seperti kasur dan sejumlah perlengkapan makan berjejer pada kaca jendela ruang itu. “Ruang kedatangan ini bukan kamar tidur, seharusnya mereka harus diusir dari tempat ini. Jika memang Kejaksaan masih melakukan penahanan terhadap mereka, seharusnya kejaksaan bertanggung jawab terhadap keberadaan mereka saat ini, bukan membiarkan,” ujar salah seorang warga yang ditemui JUBI di ruang kedatangan dan tak mau disebutkan namanya, Jumat (13/3). Keberadaan mereka di tempat ini, lanjutnya, merupakan suatu aksi demo atas peristiwa yang menimpa mereka.
Hal senada, disampaikan pula oleh Budiono, seorang warga yang sehari-hari bertugas di bandara. Dirinya mengatakan bahwa kelima WNA tersebut sedang berdemo menentang keputusan Kejaksaan Negeri Merauke . “Kehadiran mereka sangat mengganggu pandangan orang lain, karena ada kasur dan perlengkapan tidur mereka. Jadi sebaiknya mereka dipindahkan dari tempat ini.
Sementara itu, Bagian Pengawasan Bandar Udara Mopah Merauke Ricky Marthin ketika dikonfirmasi terpisah mengatakan, bahwa sejauh ini pihaknya masih bersabar dan selalu berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan dan Imigrasi. Bahkan, pihaknya akan memindahkan mereka ke ruangan khusus yang masih berada di areal Bandara Mopah Merauke. “Saya sudah perintahkan staf saya untuk membersihkan ruangan, kemungkinan sore ini akan dipindahkan karena mengganggu penumpang bandara dan aktifitas bandara,” ujarnya.
Kondisi Psikis Kelima WNA Mulai Terganggu
Sementara itu meski tampaknya tidak peduli dengan orang-orang yang memperhatikan merekanamun terlihat kondisi psikologis dari kelima WNA Australia yang kini mendiami ruang kedatangan Bandar Udara Mopah Merauke kini mulai terganggu. Hal ini tergambar pada kecemasan yang nampak di raut wajah mereka menanti keputusan dari pihak Kejaksaan Negeri Merauke.
“Saya tidak usah bilang, yang jelas kita bisa gambarkan sendiri bagaimana kelima WNA yang nota bene telah lanjut usia itu merasa ketakutan karena segala barang bukti baik pesawat dan paspor beserta dokumen yang mereka miliki kini masih ditahan di Kejaksaan karena akan dinaikkan ke tingkat kasasi,” kata kuasa hukum kelima WNA Australia, Efraim Fangohoy SH ketika dikonfirmasi di Bandar Udara Mopah Merauke, Jumat (13/3). Pasca putusan itu, kata Efraim, pihak kejaksaan belum memberikan petunjuk apapun kepada kelima WNA itu. “Kita ikuti saja dulu apa kemauan dari pihak Kejaksaan Negeri Merauke sambil menempuh langkah-langkah untuk membantu kelima klien saya,” tuturnya.
Begitu pula dengan keberadaan kelima WNA yang mengundang kontroversi di kalangan masyarakat, masih belum jelas sampai kapan kelimanya akan terus bertahan mendiami ruang kedatangan Bandara Mopah. “Yang jelas mereka merasa ketakutan dan kalau mereka punya kemauan untuk tetap bertahan maka kami tidak bisa paksakan. Ini orang asing dan hak asasi mereka,” tegas Efraim. (drie/Merauke)
Sumber : Tabloid Jubi