Pemerintah awal tahun ini akan mengeluarkan kebijakan pembatasan penguasaan areal lahan bagi investor yang berinvestasi pada tanaman pangan guna mencegah dominasi. Investasi skala besar untuk sektor tanaman pangan (food estate) itu dibatasi seluas 10.000 hektare (ha) di wilayah barat, sedangkan di kawasan timur Indonesia maksimal 50.000 ha.
Peraturan itu hingga kini masih difinalisasi oleh Departemen Pertanian berkoordinasi dengan Kantor Menteri Koordinasi Perekonomian. Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krishnamurti mengatakan pembatasan lahan itu diperlukan untuk mengantisipasi penguasaan lahan secara berlebihan oleh investor. Hal ini juga dilakukan untuk menjamin pengusahaan pertanian untuk komoditas pangan tidak merugikan petani lokal. "Untuk investasi tanaman pangan hanya bisa 10.000 ha. Di kawasan timur diperbolehkan diperluas hingga 5 kali lipat menjadi 50.000 ha. Itu sudah dihitung menguntungkan bagi investor," katanya kepada Bisnis kemarin.
Aturan baru yang tengah diselesaikan pemerintah itu sejalan dengan rencana pemerintah meningkatkan investasi di sektor pertanian, khususnya investasi dari luar negeri. Beberapa daerah telah diidentifikasi untuk dikembangkan menjadi lahan tanaman pangan skala luas, seperti Merauke, sehingga produksi komoditas tersebut akan terus mengalami peningkatan.
Bayu mengungkapkan padi dan jagung merupakan komoditas utama yang diperhitungkan terkait dengan pengaturan penanaman modal di pertanian tanaman pangan. "Umumnya memang untuk padi dan jagung. Kami berharap peraturan ini bisa segera diterbitkan karena sudah waktunya," jawabnya tanpa menyebut target penyelesaian kebijakan tersebut.
Diprioritaskan
Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengatakan investasi tanaman pangan skala besar diarahkan untuk mengisi kekosongan lahan garapan di Merauke. Beberapa perusahaan, baik lokal maupun asing, bersiap-siap menggarap Merauke dengan membuka lahan baru. Konsorsium pangan negara-negara Timur Tengah melalui Bin Laden Grup sebelumnya berencana menanamkan modalnya senilai Rp14 triliun di Sultra.
Rencana pengembangan investasi ketahanan pangan di Sultra dalam bentuk penanaman modal asing (PMA) dengan kebutuhan lahan sekitar seluas 160.000 hektare ini untuk pengembangan tanaman padi asal Arab Saudi. Namun, kata Mentan, dengan situasi global yang tidak menentu saat ini, para investor cenderung menahan aksi, sehingga ekspansi usaha yang sudah direncanakan belum terealisasi.
Menteri yang baru saja tiba dari rangkaian kunjungannya ke Jerman, Slovakia, dan Turki ini mengaku negara-negara tersebut belum berkeinginan untuk berinvestasi. "Turki misalnya, mereka lebih ingin menjalin kerja sama riset produk pertanian. Dia bagus di kapas dan terigu, produk yang kita butuhkan. Di sisi lain, mereka ingin belajar produk pertanian daerah tropis di tempat kita," ujar Mentan. (Martin Sihombing) (aprika.hernanda@bisnis.co.id)
Oleh Aprika R. Hernanda
Bisnis Indonesia
Peraturan itu hingga kini masih difinalisasi oleh Departemen Pertanian berkoordinasi dengan Kantor Menteri Koordinasi Perekonomian. Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krishnamurti mengatakan pembatasan lahan itu diperlukan untuk mengantisipasi penguasaan lahan secara berlebihan oleh investor. Hal ini juga dilakukan untuk menjamin pengusahaan pertanian untuk komoditas pangan tidak merugikan petani lokal. "Untuk investasi tanaman pangan hanya bisa 10.000 ha. Di kawasan timur diperbolehkan diperluas hingga 5 kali lipat menjadi 50.000 ha. Itu sudah dihitung menguntungkan bagi investor," katanya kepada Bisnis kemarin.
Aturan baru yang tengah diselesaikan pemerintah itu sejalan dengan rencana pemerintah meningkatkan investasi di sektor pertanian, khususnya investasi dari luar negeri. Beberapa daerah telah diidentifikasi untuk dikembangkan menjadi lahan tanaman pangan skala luas, seperti Merauke, sehingga produksi komoditas tersebut akan terus mengalami peningkatan.
Bayu mengungkapkan padi dan jagung merupakan komoditas utama yang diperhitungkan terkait dengan pengaturan penanaman modal di pertanian tanaman pangan. "Umumnya memang untuk padi dan jagung. Kami berharap peraturan ini bisa segera diterbitkan karena sudah waktunya," jawabnya tanpa menyebut target penyelesaian kebijakan tersebut.
Diprioritaskan
Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengatakan investasi tanaman pangan skala besar diarahkan untuk mengisi kekosongan lahan garapan di Merauke. Beberapa perusahaan, baik lokal maupun asing, bersiap-siap menggarap Merauke dengan membuka lahan baru. Konsorsium pangan negara-negara Timur Tengah melalui Bin Laden Grup sebelumnya berencana menanamkan modalnya senilai Rp14 triliun di Sultra.
Rencana pengembangan investasi ketahanan pangan di Sultra dalam bentuk penanaman modal asing (PMA) dengan kebutuhan lahan sekitar seluas 160.000 hektare ini untuk pengembangan tanaman padi asal Arab Saudi. Namun, kata Mentan, dengan situasi global yang tidak menentu saat ini, para investor cenderung menahan aksi, sehingga ekspansi usaha yang sudah direncanakan belum terealisasi.
Menteri yang baru saja tiba dari rangkaian kunjungannya ke Jerman, Slovakia, dan Turki ini mengaku negara-negara tersebut belum berkeinginan untuk berinvestasi. "Turki misalnya, mereka lebih ingin menjalin kerja sama riset produk pertanian. Dia bagus di kapas dan terigu, produk yang kita butuhkan. Di sisi lain, mereka ingin belajar produk pertanian daerah tropis di tempat kita," ujar Mentan. (Martin Sihombing) (aprika.hernanda@bisnis.co.id)
Oleh Aprika R. Hernanda
Bisnis Indonesia

Artikel 