LAIN dulu lain sekarang. Kehidupan masyarakat, di Mappi digambarkan oleh salah seorang perantau, tidak mengalami kemajuan. Dulu, menurut Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Mappi Benony Risamasu, yang hampir 30 tahun meninggalkan daerah kelahirannya merantau ke Jawa, masyarakat Mappi sudah memakai baju dan celana. Sekarang ketika ia kembali menjejakkan kaki di sana, kebanyakan mereka hanya ditutupi celana. Bahkan soal tempat tinggal, masih dijumpai masyarakat di Kecamatan Citak Mitak yang tinggal di atas pohon.
CONTOH lainnya, dahulu cukup banyak anak muda yang mengisi waktu malam Minggu dengan melakukan atau menonton pertunjukan kesenian. Anak muda sekarang setiap malam Minggu lebih senang berbondong-bondong ke jalan raya tanpa melakukan hal yang bermanfaat kecuali pesta minuman.
Penelusuran atas kondisi saat ini bermuara pada tingkat ekonomi keluarga yang tidak mengalami perbaikan. Membeli pakaian bukan prioritas utama bagi mereka karena keterbatasan uang yang dimiliki. Minimnya pendapatan juga berakibat pada biaya pendidikan anak-anak yang sangat minim bahkan cenderung tidak ada.
Sudah jamak diketahui, wilayah administratif di Papua sebelum otonomi daerah merupakan daerah yang luas, sehingga pembangunan sulit menjangkau atau dinikmati masyarakat di pedalaman. Fasilitas seperti jalan raya untuk memperlancar dan meningkatkan kegiatan ekonomi tidak dibangun. Akibat yang dirasakan penduduk adalah mahalnya biaya transportasi yang mendukung mobilitas sehari-hari. Kondisi ini memiliki efek domino pada harga barang kebutuhan hidup. Sementara, daya beli masyarakat pun dirasa kian menurun di tengah ketiadaan sumber daya andalan yang mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Kegiatan ekonomi yang dijalani tidak terlepas dari kebiasaan hidup masyarakat Papua yang sejak dahulu suka berburu, berkebun, dan hidup berpindah-pindah. Potensi ekonomi yang nyata bagi masyarakat adalah mencari kayu gaharu sampai ke pedalaman hutan untuk mendapatkan hasil jutaan rupiah. Pencarian kayu biasanya melibatkan seluruh anggota keluarga termasuk perempuan dan anak-anak usia sekolah.
Kayu gaharu dari Kecamatan Assue terkenal karena kualitasnya dan bisa dihargai sampai Rp 10 juta per kilogram. Sayangnya, kayu gaharu yang dijual kepada pengusaha dari Surabaya dan Makassar ini acapkali tidak membawa perbaikan kesejahteraan bagi para pencarinya. Uang hasil penjualan kayu ini habis untuk kesenangan sesaat para kepala keluarga di ibu kota kecamatan.
Sumber daya hutan yang bisa diambil manfaatnya selain kayu gaharu adalah kulit gambir dan kayu-kayu jenis uli, meranti, linggua, dan bus. Hasil laut dan perairan daratan juga bisa menghidupi penduduk. Secara umum, lapangan pekerjaan yang berperan besar terhadap kehidupan penduduk Mappi adalah sektor kehutanan dan perikanan. Namun, penduduk juga menggarap sektor tanaman pangan dan perkebunan.
Di daerah yang penduduknya dominan makan sagu ini sangat jarang dijumpai areal persawahan. Yang banyak diupayakan penduduk adalah menanam umbi-umbian, jagung, kacang tanah, dan kacang hijau. Tetapi, luas areal tanaman ini masih sangat kecil. Produksinya pun tidak bisa dibilang banyak. Produksi tertinggi ubi kayu 66,5 ton dari lahan 8,35 hektar.
Potensi perkebunan belum tersentuh pengelolaan yang baik dan memenuhi kebutuhan pasar. Kopi, karet, dan kelapa merupakan komoditas yang mulai banyak ditanam penduduk. Luas lahan kopi 2.860 hektar, karet 1.587 hektar, dan kelapa 1.140 hektar. Namun, hasil yang diperoleh per tahun belum optimal. Produksi kopi per tahun 6,5 ton, karet 26 ton, dan kelapa 393 ton. Perkebunan di Mappi juga ditanami jambu mete, kakao, cengkeh, dan kapuk.
Selain itu, ada potensi terpendam yang dimiliki Mappi. Saat ini, masih dalam tahap penelitian, diduga terdapat potensi minyak bumi di Kecamatan Citak Mitak dan bauksit di Kecamatan Obaa dan sekitarnya. Hasil pertambangan ini kelak diharapkan dapat memperbaiki kehidupan di sini.
Wilayah di Kabupaten Mappi belum berkembang merata. Infrastruktur yang ada umumnya jalan tanah yang dikeraskan, belum diaspal karena kesulitan memperoleh batu dan pasir. Kecamatan yang dianggap lebih maju dan memiliki fasilitas perkotaan cukup memadai baru di Edera dengan ibu kota Bade. Wilayah Bade merupakan kota pelabuhan dengan fasilitas seperti pusat perdagangan, penginapan, jalan-jalan beraspal, saluran listrik dan telepon.
Kepi, ibu kota kabupaten di Kecamatan Obaa, tidak lebih maju dibandingkan dengan Bade. Di Kepi, jalan raya yang sudah diaspal baru lima kilometer. Gedung perkantoran untuk pemerintahan yang dilantik bulan April 2003 lalu sedang dalam tahap pengembangan. Fasilitas komunikasi pun sangat minim dengan rencana membuka tiga saluran telepon yang menggunakan kode wilayah Makassar. Untuk keperluan komunikasi penduduk, tersedia warung telekomunikasi (wartel) dengan tiga kamar bicara menggunakan telepon satelit.
Kepi juga memiliki lapangan udara yang bisa didarati pesawat twin otter berpenumpang 18 orang dua kali seminggu. Lapangan ini akan ditingkatkan fungsi dan kondisi fisiknya sehingga bisa disinggahi pesawat berbadan lebih lebar.
Pemekaran wilayah menjadi jawaban awal untuk perbaikan nasib penduduk. Melalui Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002, Mappi bersama 13 daerah lain di Papua mendapat hak otonom. Dengan menjadi daerah otonom dan memiliki pemerintahan sendiri, diharapkan rentang kendali dan perhatian pemerintah daerah akan semakin dekat dan menjangkau masyarakat lebih luas.
Salah satu kunci dimulainya perubahan itu yang menjadi visi pemerintah daerah adalah membangun sarana dan prasarana pendukung yang membuka keterisolasian. Peluang investasi lebih terbuka di bidang pembangunan ini. Visi pemerintah berikutnya adalah memperhatikan dan memperbaiki tingkat kesehatan penduduk terutama anak-anak yang sering mengalami masalah cacingan. Prioritas kemudian berlanjut ke perbaikan tingkat pendidikan.