Eforia pesta budaya tahun ini lebih terasa dibandingkan dengan tahun lalu karena dihadiri oleh puluhan tamu Negara, ratusan turis asing dan juga fotografer nasional serta internasional yang ingin mengabadikan secara langsung keunikan Asmat.
Pesta budaya yang sarat nilai ini kembali diadakan keuskupan Agats dengan maksud untuk mempertahankan budaya mengukir agar tidak punah. Selain itu juga, untuk memberikan penghargaan bagi para pengukir dengan hasil karyanya dilelang.
Pesta budaya Asmat yang pertama kali diadakan pada tahun 1981 dengan 36 pengukir telah memberikan dampak luar biasa bagi kemajuan perkembangan seni di Asmat. Terbukti dengan makin bertambahnya jumlah pengukir dengan kualitas lebih baik. Untuk tahun ini, festival tersebut diisi dengan dibuatnya 200 ukiran dan 62 anyaman, lomba mendayung perahu dengan 91 pendayung serta lomba tari-tarian yang diikuti oleh 140 penari dari 7 kampung.
Uskup Keuskupan Agats Aloysius Murwito, OFM dihadapan para tamu undangan menjelaskan bahwa pesta budaya merupakan sarana untuk memperkenalkan budaya serta identitas orang Asmat kepada masyarakat luar.
Pesta budaya ini sendiri dipelopori oleh para misionaris yang datang dari luar negeri termasuk Bupati Yuven Biakai yang dulunya masih menjadi curator museum. Tanpa orang-orang ini, kata dia, Asmat tidak akan pernah melaksanakan pesta budaya dan juga ukiran Asmat tak akan dikenal sampai dibelahan dunia.
Mengukir merupakan dasar kehidupan dan jati diri oran Asmat. Ukiran-ukiran Asmat sendiri diliputi dengan mitos-mitos yang berhubungan dengan dunia dan juga roh. Semua ukiran yang ada mengandung arti dan tidak ada duplikatnya. “Dengan adanya pesta budaya ini, mari kita yang hadir disini memberikan pengahargaan atas kemampuan para pengukir kita dengan turut serta dalam lelang ukiran dan anyaman. Ini kesempatan kita untuk memiliki ukiran Asmat yang tidak akan pernah ada duplikatnya dan mengandung nilai seni yang tinggi,” ujar Uskup Agung.
Orang Asmat memiliki kemampuan yang sangat istimewa. Mereka adalah pengukir-pengukir ahli yang memberikan kehidupan sejarah dalam ukiran mereka. Pesta budaya ini juga diharapkan mampu memelihara seni ukir yang sudah menjadi jati diri. (B/AR/R4/lo-03)