Akibat praktek percaloan skripsi yang terjadi pada Sekolah Tinggi Ilmu Adminsitrasi Karya Dharma Merauke, puluhan mahasiswa angkatan XXIII absen dari wisuda yang dilaksanakan beberapa waktu lalu.
Hal ini diakui oleh salah seorang mahasiswa STIA Karya Dharma SS, yang enggan dituliskan namanya. Dirinya mengatakan, absennya ratusan mahasiswa STIA dari wisuda itu disebabkan karena beban pembiayaan yang harus ditanggung saat penyusunan skripsi dan biaya pendaftaran wisuda diluar kemampuan mahasiswa terutama bagi mahasiswa murni. Dirinya mengungkapkan, biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar skripsi setiap mahasiswa rata-rata 2 juta hingga 3 juta rupiah, sementara pembuatan skripsi oleh dosen bukan atas kehendak mahasiswa melainkan paksaan dari dosen bersangkutan diiming-imingi ancaman. Tidak cukup itu saja, ada pula dosen yang meminta bayaran penandatangan skripsi dengan sejumlah uang. “Karena sudah kehabisan uang, makanya kami sudah tidak sanggup membayar uang wisuda sebesar 1.500 ribu rupiah ditambah uang semester sebesar 400 ribu rupiah. Makanya jalan pintas yang kami ambil ya tidak ikuti wisuda”, akunya sembari mengatakan hampir keseluruhan mahasiswa dipaksakan untuk dibuatkan skripsi.
Hal senada juga disampaikan oleh RL, seorang mahasiswi yang mengaku dibuatkan skripsinya oleh dosen tertentu. “Awalnya sih cuma bayar 2 juta rupiah, namun karena ada yang menjadi penghubung akhirnya mereka minta tambahan”, tuturnya seraya menambahkan praktek percaloan skripsi itu dilakoni oleh beberapa orang dosen saja.
Dirinya mengatakan memang sangat wajar jika mahasiswa keberatan dengan biaya wisuda yang dibebankan lantaran dana sudah habis tersedot untuk pembiayaan penulisan skripsi. Selain tidak ikut wisuda, kebanyakan dari mahasiswa telah mengambil ijasahnya tanpa sepengetahuan jurusan. Sehingga hal itu menjadi polemic di tubuh kepengurusan kampus.
Ketua STIA Karya Dharma Merauke, Drs. Hary Soepomo, MM ketika dikonfirmasi dikediamannya, tak menampik masalah tersebut. Bahkan, seminggu sebelum wisuda di mulai, banyak mahasiswa yang mengeluhkan ketidakikutsertaanya dalam wisuda lantaran pembayaran yang terlalu besar. “Memang benar terjadi seperti itu, banyak mahasiswa yang mondar mandir datang ke rumah saya mengeluh. Saya sendiri sampai pusing bagaimana mengatasinya, sementara untuk memberikan sanksi tidak mungkin”, keluhnya tanpa menjelaskan alasan pasti mengapa dirinya tak mampu memberikan sanksi pada oknum dosen yang menjalankan praktek percaloan skripsi.
Dalam wisuda lalu, dari 215 mahasiswa yang seharusnya diwisuda hanya terdaftar 146 mahasiswa yang diwisuda. Itupun hanya 86 mahasiswa yang sudah membayar dan layak diwisuda. Sementara sisanya, terpaksa mengikuti tanpa membayar uang wisuda dengan alasan kebijakan pimpinan perguruan tinggi. (drie/Merauke)
Sumber : Tabloid Jubi
Hal ini diakui oleh salah seorang mahasiswa STIA Karya Dharma SS, yang enggan dituliskan namanya. Dirinya mengatakan, absennya ratusan mahasiswa STIA dari wisuda itu disebabkan karena beban pembiayaan yang harus ditanggung saat penyusunan skripsi dan biaya pendaftaran wisuda diluar kemampuan mahasiswa terutama bagi mahasiswa murni. Dirinya mengungkapkan, biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar skripsi setiap mahasiswa rata-rata 2 juta hingga 3 juta rupiah, sementara pembuatan skripsi oleh dosen bukan atas kehendak mahasiswa melainkan paksaan dari dosen bersangkutan diiming-imingi ancaman. Tidak cukup itu saja, ada pula dosen yang meminta bayaran penandatangan skripsi dengan sejumlah uang. “Karena sudah kehabisan uang, makanya kami sudah tidak sanggup membayar uang wisuda sebesar 1.500 ribu rupiah ditambah uang semester sebesar 400 ribu rupiah. Makanya jalan pintas yang kami ambil ya tidak ikuti wisuda”, akunya sembari mengatakan hampir keseluruhan mahasiswa dipaksakan untuk dibuatkan skripsi.
Hal senada juga disampaikan oleh RL, seorang mahasiswi yang mengaku dibuatkan skripsinya oleh dosen tertentu. “Awalnya sih cuma bayar 2 juta rupiah, namun karena ada yang menjadi penghubung akhirnya mereka minta tambahan”, tuturnya seraya menambahkan praktek percaloan skripsi itu dilakoni oleh beberapa orang dosen saja.
Dirinya mengatakan memang sangat wajar jika mahasiswa keberatan dengan biaya wisuda yang dibebankan lantaran dana sudah habis tersedot untuk pembiayaan penulisan skripsi. Selain tidak ikut wisuda, kebanyakan dari mahasiswa telah mengambil ijasahnya tanpa sepengetahuan jurusan. Sehingga hal itu menjadi polemic di tubuh kepengurusan kampus.
Ketua STIA Karya Dharma Merauke, Drs. Hary Soepomo, MM ketika dikonfirmasi dikediamannya, tak menampik masalah tersebut. Bahkan, seminggu sebelum wisuda di mulai, banyak mahasiswa yang mengeluhkan ketidakikutsertaanya dalam wisuda lantaran pembayaran yang terlalu besar. “Memang benar terjadi seperti itu, banyak mahasiswa yang mondar mandir datang ke rumah saya mengeluh. Saya sendiri sampai pusing bagaimana mengatasinya, sementara untuk memberikan sanksi tidak mungkin”, keluhnya tanpa menjelaskan alasan pasti mengapa dirinya tak mampu memberikan sanksi pada oknum dosen yang menjalankan praktek percaloan skripsi.
Dalam wisuda lalu, dari 215 mahasiswa yang seharusnya diwisuda hanya terdaftar 146 mahasiswa yang diwisuda. Itupun hanya 86 mahasiswa yang sudah membayar dan layak diwisuda. Sementara sisanya, terpaksa mengikuti tanpa membayar uang wisuda dengan alasan kebijakan pimpinan perguruan tinggi. (drie/Merauke)
Sumber : Tabloid Jubi