Data pergerakan investasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan hal sama. Selama 2007, misalnya, lima daerah yang menarik penanaman modal dalam negeri (PMDN) terbesar berada di luar Pulau Jawa, yakni Kabupaten Kapuas, Pontianak, Barito Kuala, Merauke, dan Tanjung Jabung Barat. Sementara Kota Batam, Kota Pare-Pare, Kabupaten Bulungan, dan Samarinda merupakan daerah penarik investasi penanaman modal asing (PMA) terbesar.
Angka makro ini, juga diperkuat beberapa data mikro lain. Seperti tingkat pertumbuhan konsumsi semen, volume transaksi uang kartal, pertumbuhan penyaluran kredit perbankan yang mengindikasikan ada pertumbuhan lebih cepat di daerah. Ringkasnya, otonomi daerah cukup mendinamisasi aktivitas perekonomian lokal, meski belum dapat dikatakan optimal.
Infrastruktur Faktor Kunci
Mempertimbangkan kekayaan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati di Indonesia lebih banyak berada di daerah, seharusnya geliat perekonomian regional dapat bergerak lebih cepat. Akan tetapi, pergerakan ini selalu terhambat karena keterbatasan infrastruktur, yang pada gilirannya disebabkan terbatas investasi, baik oleh pihak pemerintah maupun swasta.
Keterkaitan antara infrastruktur dan investasi jelas terekam dalam banyak studi. Sebuah studi Bank Dunia (2006), misalnya, menunjukkan faktor penentu investasi dengan indeks tertinggi adalah keberadaan infrastruktur seperti listrik, transportasi, dan kebersihan. Faktor lain seperti ketersediaan sumberdaya manusia yang memadai, atau bahkan tingkat korupsi, memiliki angka indeks lebih rendah ketimbang keberadaan infrastruktur.
Untuk itu, fokus pengeluaran pembangunan dari anggaran daerah saat ini, seharusnya pada perbaikan dan penambahan infrastruktur. Bagi Provinsi Kepulauan Riau sendiri terlebih Kota Batam, sebagaimana diketahui bersama bahwa industrialisasi global menjadi kekuatan utama yang menopang perekonomian regional. Dihadapkan pada situasi krisis yang menahan langkah ekspansi negara-negara pemodal, belanja investasi pemerintah daerah menjadi sangat dibutuhkan guna mempertahankan angka pertumbuhan yang sustainable.
Rasio investasi pemerintah yang mencapai 10 persen PDRB Kepulauan Riau, menjadi sangat berarti jika diarahkan pada upaya pembenahan infrastruktur. Selain membuka lapangan pekerjaan di tengah kondisi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang semakin merebak, juga memberikan efek pengganda yang luas bagi aktivitas perekonomian. Sehingga, percepatan realisasi anggaran belanja pemerintah provinsi/kabupaten/ kota di semester awal ini menjadi suatu keniscayaan.
Ke depan, pemerintah pusat mungkin bisa membantu fokus anggaran ini melalui pembesaran jumlah alokasi transfer ke daerah dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK), yang peruntukannya jelas, ketimbang transfer dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) yang peruntukannya tergantung diskresi pengambil kebijakan di daerah.
Kebijakan Pro-Investasi
Keberadaan satu rujukan umum saat ini terbilang cukup penting. Sebab, masih sedikit kepala daerah yang memiliki kesadaran akan arti penting investasi. Mayoritas dari mereka hanya semata berfokus pada upaya pembesaran pendapatan asli daerah (PAD) dalam mengelola pembangunan daerah, meski hal ini bisa menjadi bumerang bagi upaya peningkatan investasi, juga tingkat pertumbuhan.
Fokus berlebih pada PAD akan menyebabkan bermunculan peraturan daerah bersifat kontraproduktif terhadap upaya peningkatan investasi. Lebih jauh, fokus berlebih pada PAD tidak jarang menyebabkan eksodus kapital dari daerah yang bersangkutan pada daerah atau bahkan negara lain.
Dengan penyempurnaan dua hal ini (penyediaan infrastruktur dan peningkatan kesadaran kepala daerah untuk lebih bersifat business friendly), investasi ke daerah diharapkan tumbuh dan berkembang. Ke depan, akselerasi pertumbuhan daerah melalui investasi diharapkan akan lebih dapat terjadi, sehingga terwujud cita-cita otonomi sebagaimana diidealkan para pencetusnya. ***
Oleh: Oikos Mando Panjaitan
Peneliti Ekonomi Muda Bank Indonesia Batam.