Poster teaser Noble Hearts
NOBLE HEARTS
GENRE : DRAMA
PRODUKSI : KING PRO CINEMA & PAPUA SELATAN FLM COMMUNITY
SUTRADARA : IRHAM ACHO BAHTIAR
D.O.P : TEUKU RAMA
PRODUSER : BAMBANG IRAWAN
PEMAIN : EDO,KONDOLOGIT, MATHIAS MUCHUS
TANGGAL RELEASE : 5 Februari 2014
PREIMERE DI KOTA RUSA MERAUKE, SWISS BELL HOTEL
SINOPSIS NOBLE HEARTS (Mentari di ufuk Timur)
Irian Jaya Tahun 1997, Kampung Muting sebuah kecamatan di kelilingi rawa rawa indah di sepanjang kali Bian yang terisolir di dekat perbatasan Republik Indonesia – Papua Nugini.
Saat itu anak anak sekolah rata-rata hanya menamatkan sekolahnya sampai SMP saja dikarenakan belum ada SMA di Muting. Satu satunya jalan untuk melanjutkan SMA hanya dengan bersekolah di Kota Merauke yang jaraknya sekitar 250 KM.
Akibatnya banyak anak anak penduduk asli Marind yang enggan melanjutkan pendidikannya hingga SMA, mereka lebih memilih mengikuti jejak orang tuanya masuk hutan, berburu atau mencari ikan kaloso (arwana). Mereka menolak bersekolah jauh dari keluarga mereka.
Pak Wambrauw (Daud Hollenger) Kepala Sekolah SMP Negeri Muting menangkap kegelisahan ini dan bercita cita ingin mendirikan SMA Negeri di Muting agar anak anak Marind dapat bersekolah di dekat keluarga mereka.
Di bantu oleh beberapa guru antara lain Pak Kasimirus Mahuze (Edo Kondologit) seorang guru yang dipercaya menjaga SMP Muting, Ibu Dewi Ambarwati (Nadine Chandrawinata) guru bantu dari lokasi transmigrasi, serta mengajak Pak Bahtiar (Mathias Muchus) seorang tokoh masyarakat yang telah puluhan tahun lama hidup di Muting dan di tuakan di kampung tersebut.
Misi Mulia ini ternyata tidak semulus yang dipikirkan. Mereka menemui banyak rintangan mulai dari ditolaknya proposal mereka di kecamatan, hingga keputusan dari pemerintah Kabupaten yang berencana mendirikan SMA di lokasi transmigrasi dengan alasan muridnya lebih banyak disana.
Namun mereka tak patah semangat dan terus berjuang agar SMA harus tetap dibangun di kecamatan Muting demi untuk anak anak di kali Bian. Pemerintah pun memberi peluang jika tetap ingin SMA dibangun di Muting maka minimal harus ada 8 orang murid sebagai syarat dibentuknya SMA persiapan. Pak Wambrauw dan kawan kawan pun segera menerima syarat ini dengan dukungan tokoh tokoh masyarakat di Muting.
Maka dimulailah kisah ini bergulir, pencarian demi pencarian dilakukan hingga ke pelosok pelosok pedalaman. Pak Wambrauw dan Kasimirus mencari di seluruh kampung Muting, Ibu Dewi menelusuri desa desa kecil di pinggiran Muting sampai kelokasi transmigrasi tempatnya berasal. Pak Bahtiar menyusuri sepanjang kali Bian dengan perahu di tempatnya berjualan barang sambil mencari apakah ada anak anak lulusan SMP yang mau bersekolah di SMA mereka.
Namun perjuangan mereka tidak semudah yang di bayangkan, untuk mencari 8 murid saja membutuhkan kerja keras luar biasa. Begitu sulit minat anak - anak pada masa itu untuk mau bersekolah. Anak anak Marind maupun anak dari lokasi transmigrasi semua tak berminat. Bagi mereka SMP saja sudah cukup. Namun Niat Pak Wambrauw, Pak Kasimirus, Ibu Dewi dan Pak Bahtiar tidak pernah menyerah, mereka terus berjuang dan membujuk dengan hati agar anak anak ini mau bersekolah di SMA mereka. Perjuangan ini berlangsung selama berbulan bulan.
Di sisi lain, Sefnat Mahuze (Richard Hollenger) anak dari pak Kasimirus bersama Ikbal (Saddam Bassalamah) anak Pak Bahtiar yang baru saja lulus SMP setiap hari pergi ke kali Bian mencari ikan kaloso (arwana) sambil mengisi waktu menunggu SMA mereka berdiri. Diluar dugaan, mereka mengalami musibah perahunya terhantam batang kayu dan terbalik ditengah arus deras. Pak Kasimirus dan pak Bahtiar panik mencari anak anak mereka. Terjadi dilema antara mencari murid ataukah mencari anak anak mereka yang hilang di kali Bian.
Akankah akhirnya mereka berhasil mendapatkan 8 orang murid seperti kuota yang ditentukan ? Saksikan perjuangan mereka dengan latar belakang keindahan rawa dan kali Bian Muting dalam film NOBLE HEARTS yang kisahnya diangkat ke layar lebar berdasarkan penuturan para tokoh aslinya.