Radar Merauke menyajikan informasi terkini tentang berbagai peristiwa yang terjadi di kota Merauke dan wilayah Papua Selatan umumnya.
UPDATE!! Berita di Radar Merauke dapat dibaca langsung lewat Smartphone Android! Baca fiturnya DISINI atau Download aplikasinya disini : LINK Download Android RadarMeraukeCom.APK !!! Baca berita Via Opera Mini Atau Browser Handphone (Blackberry/Iphone/Symbian) : http://www.radarmerauke.com/?m=1 .

Saturday, 1 December 2012

Hidup Mereka Bertumpu di Rawa Biru


Ditemani sekawanan anjing, Thomas Sanggra (20) bersama empat rekannya berjalan menuju Rawa Biru, Kawasan Taman Nasional Wasur, Merauke, Papua. Menyusuri pepohonan bus, Melaleuca sp, mereka siap-siap berburu dengan panah dan tombak.
”Kami mau tangkap saham (kanguru). Nanti sore kami juga sudah kembali dan pasti sudah dapat satu saham,” ujar Thomas mengawali kegiatan berburu, Sabtu (9/4/2011).
Bagi Thomas dan komunitas suku Marind, kawasan Rawa Biru adalah savana kehidupan. Di hamparan rawa seluas sekitar 4.000 hektar, suku Kanum, subsuku Marind, di Kabupaten Merauke, Papua, itu menggantungkan hidup. Berburu dan meramu dilakoni saban hari oleh empat keluarga besar (marga) yang menetap di kampung yang terletak di kawasan Taman Nasional Wasur, yakni marga Dimar, Banggu, Maiwa, dan Sanggra.
Kehidupan berburu memang kental di Kampung Rawa Biru yang dihuni sekitar 60 keluarga atau 248 jiwa suku Kanum. Para pria dewasa, bahkan anak laki-laki usia SD, berburu hewan di setiap waktu.
Hamparan savana, rawa, dan pepohonan bus merupakan habitat bagi kanguru tanah, kanguru lapang, rusa, babi, ikan, dan buaya.
Sejak kecil, anak-anak suku Kanum sudah diakrabkan dengan ”kemurahan” alam. Oleh orang tua mereka, anak-anak itu diajari cara menghidupi diri lewat berburu ataupun meramu.
Antonius Dimar (19) belajar berburu saham sejak umur 9 tahun. Sejak usia bocah, ia telah mahir menyergap rusa dan kanguru dengan sekali melepaskan anak panah dari busurnya atau sekali melemparkan tombak.
Tradisi setempat mewajibkan seorang ayah untuk mengajak anak laki-lakinya berburu. Sering kali ajakan berburu lebih diminati anak-anak mereka daripada bersekolah. Bolos sekolah sesuatu yang lumrah.
Sementara kaum pria berburu, kaum perempuan bertugas mengurus bayi-balita, serta menokok sagu, dan memasak.
Rupanya, tidak saban hari warga setempat berburu. Biasanya berburu dilakukan setelah jeda 3-4 hari. Pasalnya, selain tempat perburuan kian jauh, jumlah hewan buruan pun makin berkurang. Hewan buruan kian terdesak menjauh dari perkampungan.
Biasanya, sekali berburu, Antonius menempuh perjalanan menggunakan kole-kole (sampan dari kayu pohon bus) menuju lokasi menyusuri rawa. Sekali perjalanan butuh waktu 6 jam.
Mereka sering kali harus tidur di hutan 1-2 malam dengan membawa bekal secukupnya. Jika ingin berburu rusa, malam hari mereka tidur di hutan dan baru keesokan harinya berburu.
Lain lagi jika urusan berburu buaya. Untuk memburu hewan jenis melata ini, mereka menyusuri sungai pada malam hari. Senter adalah alat utama.
Hukum adat
Perburuan oleh warga suku Kanum lebih didorong faktor ekonomi. Buruan tidak semuanya mereka konsumsi sendiri, tetapi mereka jual. Uang dari hasil berburu mereka gunakan untuk membeli bahan kebutuhan pokok, seperti beras, garam, rokok, dan pinang, serta memberikan uang saku kepada anak.
Uang hasil berburu biasanya akan habis dalam 3-4 hari. Jika uang sudah habis, mereka berburu lagi. ”Hanya dari berburu kami bisa dapat uang,” ungkap Markus Dimar (27), warga Kampung Rawa Biru.
Mereka umumnya menjual buruan ke Merauke. Di perkotaan, kulit buaya dijadikan bahan kerajinan yang menghasilkan dompet, tas, dan sepatu. Adapun daging rusa dijadikan dendeng, sate, dan bakso. Harga daging hewan buruan relatif murah. Rusa yang diburu semalaman dihargai Rp 20.000 per kg. Berat bersih daging rusa sekitar 20 kg per ekor, sedangkan kanguru dihargai Rp 30.000 per ekor.
Hasil itu harus dibagi rata sesuai jumlah orang yang berburu, biasanya 2-3 orang. Buaya relatif memiliki harga jual lebih tinggi, sebanding dengan risiko memburunya, tetapi hanya kulitnya yang laku dijual. Daging buaya biasanya dikonsumsi sendiri oleh keluarga pemburu.
Nicolaus Nek Tjong (66), pengusaha dendeng rusa di Merauke, mengaku kini semakin susah mendapatkan pasokan daging rusa. Padahal, tahun 1990-an, rusa masih bisa ditemukan berkeliaran di tepi kota Merauke. Kini, pemburu harus mencari rusa di pedalaman. Pihaknya pun sekarang lebih banyak dikirimi daging rusa dari pedalaman jauh dari Merauke, seperti Kimam, Kondo, dan perbatasan RI-Papua Niugini.
Karena tidak ingin rusa makin langka, Nek Tjong selektif membeli daging dari pemburu. Hanya daging rusa dewasa yang dibelinya. ”Kami hanya pilih rusa dewasa. Yang masih muda kami tolak,” kata Tjong.
Komunitas suku Kanum pun mulai menyadari langkanya hewan buruan. Menyikapi hal itu, komunitas itu membuat perjanjian bersama. Hanya hewan dewasa yang boleh diburu. Adapun anakannya dibiarkan hidup. Mereka juga menerapkan hukum adat sasi untuk melindungi populasi hewan.
Adat ini melarang berburu atau mengambil komoditas hutan tertentu yang diikrarkan oleh satu marga dalam satu kurun waktu tertentu. Umumnya, sasi berlaku 1-2 tahun dan harus dipatuhi semua marga. Sasi diberlakukan dengan cara memasang patok-patok kayu di wilayah tanah ulayat marga yang berakad.
Masa jeda itu bertujuan memberikan berkesempatan kepada hewan untuk berkembang biak. ”Ini salah satu wujud kearifan lokal masyarakat Marind dalam menjaga kelestarian alam,” kata Dadang Suganda, Kepala Balai Taman Nasional (TN) Wasur.
Pihak Balai TN Wasur sendiri tidak melarang warga asli yang tinggal di dalam kawasan TN Wasur untuk berburu hewan selama itu dilakukan dengan alat-alat tradisional. Apalagi, orang Marind sudah lebih dulu menghuni taman seluas 413.810 hektar itu sebelum TN Wasur terbentuk. Balai TN Wasur melarang perburuan menggunakan senapan. Adang mengakui, meski memang ada penurunan populasi, jumlah rusa dan kanguru di TN Wasur masih terkendali, 1-2 ekor per hektar.
Tumpuan hidup
Selain sebagai ladang protein bagi suku marind di sekitar TN Wasur, Rawa Biru juga menjadi sumber kehidupan bagi 195.176 penduduk Merauke.
Rawa ini merupakan sumber air bersih. Tiap hari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Merauke mengolah 5,2 juta liter air dari rawa itu untuk dialirkan ke rumah-rumah penduduk.
Menurut Kepala PDAM Merauke, Stasiun Rawa Biru, Jimi S Lobo, air bersih itu berasal dari mata air, hujan, dan air laut yang masuk ke rawa.
Begitu pentingnya Rawa Biru, warga melestarikannya dengan sejumlah kesepakatan bersama. Tidak boleh memandikan ternak di rawa. Juga tak boleh membuang sampah di rawa.
Kini warga bahu-membahu membersihkan tumbuhan tebu rawa (Hanguana sp). Akar tumbuhan ini diduga menyerap air dan mengganggu sirkulasinya.
Share on :
Silahkan berikan komentar melalui Facebook. Jangan lupa login dulu melalui akun facebook anda. Pembaca dapat mengirimkan komentar terkait artikel atau berita yang ditayangkan. Isi komentar bukan merupakan pandangan, pendapat ataupun kebijakan radarmerauke.com dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Ditulis Oleh : ~ Portal Berita Merauke

Artikel Hidup Mereka Bertumpu di Rawa Biru ini diposting oleh Portal Berita Merauke pada hari Saturday, 1 December 2012. Radar Merauke menyajikan informasi terkini tentang berbagai peristiwa yang terjadi di kota Merauke dan wilayah Papua Selatan umumnya. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar. Copyright berita dalam site ini milik pemilik berita: Kompas, Cenderawasihpos, Tabloid Jubi, Jaringan Pasificpost, Infopublik, Jaringan JPNN dll. Radar Merauke adalah web personal yang merangkum berita dari berbagai media.
 
© Copyright RadarMerauke.com | Portal Berita Merauke @Since 2008 - 2013 - Some rights reserved | Powered by Blogger.com.
Template Design by Owner Template | Published by Owner Template and Owner
WWW.RADARMERAUKE.COM - PORTAL BERITA MERAUKE
( www.radarmerauke.me | www.radarmerauke.asia | Email : radarmerauke@gmail.com | radarmerauke@yahoo.com )

Radar Merauke menyajikan informasi terkini tentang berbagai peristiwa yang terjadi di kota Merauke dan wilayah Papua Selatan umumnya. Copyright berita dalam site ini milik pemilik berita: Kompas, Bintang Papua, Cenderawasihpos, Tabloid Jubi, Jaringan Pasificpost, Infopublik, suluhpapua, Jaringan JPNN dll. Radar Merauke adalah web personal yang merangkum berita dari berbagai media.