Mahasiswa asal Kabupaten Boven Digoel menilai pembagian beasiswa yang dilakukan Pemerintah Daerah (Pemda) Boven Digoel sangat diskriminasi dengan aturan yang dibuat. Hal tersebut disampaikan salah satu mahasiswa asli asal Boven Digoel, Alberth Makulap.
Menurut Alberth, awal mula proses pembagian bantuan studi mahasiswa Boven Digoel di Kota Jayapura di warnai degan adu mulut antara tiga pihak, yaitu pihak pemerintah daerah, pengurus ikatan mahasiswa dan anggota mahasiswa.
Kata Alberth, keributan ini berawal ketika pedoman teknis pembagian yang dibuat pemerintah daerah diberikan ke para mahasiswa, karena pada pasal 4 poin ke 12 menyatakan, mahasiswa asli Boven Digoel yang orang tuanya tidak berdomisili di Boven Digoel tak berhak mendapat bantuan studi dari Boven Digoel.
“Pembagian yang bertempat sebelumnya di Aula Museum Kebudayaan Provinsi Papua di Lokasi Ekspo, Waena itu sempat ditunda selama satu hari, kemudian baru dibagi. Terus yang anehnya, tempat pembagian ini dialihkan lagi ke tribun Lapangan Sepak Bola Brimob, Kotaraja dan kami para mahasiswa sempat protes habi-habisan. Tetapi pada akhirnya mereka juga melakukan pembagian hingga selesai dengan dikawal ketat oleh aparat keamanan,” kata Alberth menceritakan.
Senada dengan itu, mahasiswa Boven Digoel lainnya, Martinus Mindin mengakui terjadi diskriminasi antara para mahasiswa yang orangtuanya tidak berdomisili, maupun yang berdomisili di Boven Digoel dengan pemerintah dan pengurus ikatan mahasiswa yang ada di Jayapura. “Secara terang- terangan pemerintah Boven Digoel membuat pecah belah persatuan dan persaudaraan kami mahasiswa Boven Digoel yang telah kita bangun,” paparnya.
Pihaknya menilai, dengan berlakunya pedoman itu terkesan otoriter dan main hakim sendiri. “Salah satunya, dengan memilih Tribun Lapangan Brimob sebagai tempat pembagian, maka pemerintah Boven Digoel dinilai menggunakan kekuasaan dengan menggunakan fungsi militer untuk mematikan demokrasi,” kata Martinus.
Selain itu, Martinus juga menyesalkan sikap pemerintah dengan terang-terangan tidak mengakui pihaknya sebagai orang asli Boven Digoel. “Karena dengan adanya pedoman itu, maka timbul kecurigaan kami, jika ini ada indikasi korupsi. Kami mintah agar pemerintah segera revisi pedoman yang dikeluarkan agar tidak ada lagi sekat-sekat di antara kita,” tandasnya.
Lebih lanjut, dikatakan, karena kericuhan ini maka pihaknya menduga indikasi korupsi, maka meminta kepada tim khusus anti korupsi Polda Papua yang baru saja dibentuk untuk segera menyikapi kasus ini. “Bukan hanya sekadar ini saja, tetapi harus juga bisa langsung ke Boven Digoel untuk melihat situasi yang tengah berkembang di sana. Saya sangat yakin kalau di sana ada persoalan korupsi. Saya sangat mendukung tim yang telah dibentuk, harapan saya semoga tim itu dapat bekerja secara efektif dengan keahlian yang diberikan,” katanya.
Informasi yang diterima, dana yang telah dialokasikan yang bersumber dari APBD Kabupaten Boven Digul sebesar enam miliyar dua ratus lima puluh juta untuk semua mahasiswa Bovendigul yang kuliah di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta yang ada di Indonesia. Dana ini juga diperuntukan bagi semua mahasiswa Boven Digul, sebab tim yang ditugaskan telah mengambil data awal jumlah para mahasiswa di Kota studi Jayapura selanjutnya mereka menyusun dalam bentuk dokumen yang nanti ditetapkan sebagai APBD Kabupaten Boven Digul.
“Ironisnya ketika pembagian berlangsung pada Hari Minggu 28 Oktober baru-baru ini, tim membuat pedoman yang bertentangan dengan data awal yang mereka ambil,” akunya. (Jubi/Eveerth Joumilena)


Artikel 