MERAUKE, KOMPAS- Angka partisipasi s ekolah jenjang SD, SMP, dan SMA di kampung-kampung di Merauke, Provinsi Papua, sangat rendah. Hal ini disebabkan rendahnya kesadaran orangtua menyekolahkan anaknya, dan tidak maksimalnya proses pendidikan di kampung.
Ketua Badan Pengembangan Sosial Ekonomi Yayasan Santo Antonius (Yasanto) Merauke Jago Buki tmengungkapkan, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Yasanto bersama Tifa Foundation diketahui angka partisipasi sekolah (APS) di kampung-kampung di Kabupaten Merauke lebih rendah dari APS secara umum di Papua. Yasanto adalah sebuah lembaga pemberdayaan masyarakat.
Jago menuturkan, survei dilakukan di sepuluh kampung di empat distrik pada bulan Agustus lalu. Yakni Tomer, Kuler, Onggaya (Distrik Naukenjeray), Nasem (Distrik Merauke), Urumb, Waninggap, Matara (Distrik Semangga), Kaiburse, Onggary, dan Domande (Distrik Malind).
Dari hasil survei diketahui, APS anak usia sekolah 6-18 tahun di kampung-kampung tersebut yaitu SD rata-rata 67 persen, SMP rata-ata 16 persen, dan SMA/SMK hanya 6 persen. Itu berarti lebih rendah dari APS Papua yaitu SD 83 persen, SMP 78 persen, dan SMA 53 persen.
Jago menuturkan, penyebab rendahnya APS antara lain poses belajar mengajar tidak menarik bagi anak-anak. Ini membuat anak-anak tidak bersemangat bersekolah. Selain itu, banyak guru yang tinggal di kota sering tidak masuk mengajar atau meninggalkan tempat tugasnya.
"Disiplin guru menjadi masalah besar. Siswa berpikir untuk apa berangkat sekolah toh guru tidak ada. Lama-lama mereka putus sekolah," katanya.
Kesadaran orangtua mendorong anak bersekolah sangat rendah. "Para orangtua justru meminta anak-anak membantu mencari makan. Kalau memangkur sagu, anak-anak akan diajak," katanya.