Sebanyak 80 tokoh masyarakat dari aneka latar belakang yang mengatasnamakan Tim 80, mendesak DPR RI agar tidak menghentikan proses pembahasan pemekaran wilayah Provinsi Papua Selatan. "Ini merupakan delegasi kedua, setelah pada medio 2007, ’Tim 600’ datang membawa aspirasi tentang pemekaran Papua Selatan. Tim 80 ini, merupakan pemantapan atas aspirasi awal tersebut," kata Freddy Gebze di lobi Gedung Nusantara V DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin.
Salah satu pimpinan Universitas Merauke (Unimer) ini menjelaskan, kekuatan Tim 80 yang antara lain di bawah pimpinan Bupati Merauke, Jhon Gluba Gebze itu, terbagi atas dua delegasi utama. "Satu delegasi menghadap Pimpinan DPR RI, yang satunya lagi ke Pimpinan DPD RI," jelasnya.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Merauke, Franz Mahuse mengungkapkan, keinginan warga di daerahnya di Selatan Papua, agar provinsi pemekaran itu bisa direalisasikan sebelum Pemilu 2009. "Kami sangat merindukan sebuah provinsi baru, demi percepatan pembangunan di daerah kami yang terasa sangat ketinggalan dibanding daerah lain di Indonesia. Ini dibutuhkan untuk memperpendek rentang kendali birokrasi agar dapat menjangkau cepat rakyat di berbagai pelosok yang terisolasi," kata mantan atlet, pemegang rekor lempar lembing yang belum terpecahkan hingga kini.
Ke-80 tokoh masyarakat, pemuka adat, aktivis pemuda, perempuan, gereja serta legislatif lokal itu, sebagaimana diberitakan sebelumnya, mendatangi Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Senin, untuk mendesak DPR RI segera membahas sekaligus mengesahkan pembentukan Provinsi Papua Selatan, juga dan Papua Tengah.
Bersama mereka yang datang sejak Senin siang itu, ikut pula para tetua adat serta tokoh masyarakat Papua Tengah. Mereka sama-sama berkehendak menemui para anggota DPR RI.
Akhirnya pada petang hari, delegasi mereka diterima Ketua DPR RI, Agung Laksono di ruang kerja pimpinan Dewan. Agung Laksono didampingi Pastor Saut Hasibuan dari Fraksi Partai Damai Sejahtera.
Delegasi dari Papua Tengah yang diterima Agung Laksono, antara lain Anton Beanal (tokoh adat Amungme), Elisa Kiwak (Kepala Suku Dani), Sianus Yolemal (tokoh pemuda), Nerius Anggaibak (Ketua Suku Amungme), Yupinus Magai (tokoh pemuda), Bon Solme (kepala kampung), Biro Koyah (Kepala Suku Dani), Samuel Amisim (tokoh pemuda), Elemelek Komangal (tokoh agama) dan Korea Waker (pimpinan Suku Dani), serta Andreas Anggaibak (Ketua Panitia Deklarasi Propinsi Papua Tengah).
Dalam pernyataan sikapnya, mereka menyatakan, masyarakat Kabupaten Mimika dari dua suku dan lima kerabat mendukung pembentukan Propinsi Papua Tengah dengan ibukota di Timika.
Proses pembentukan provinsi ini telah diawali dengan deklarasi pada 23 Agustus 2003 pukul 11.30 WIB yang dihadiri sekitar 30 ribu penduduk Kabupaten Mimika dan perwakilan masyarakat di kabupaten di wilayah Papua Tengah.
Mereka menegaskan, ibukota Propinsi Papua Tengah berada di Timika di tanah Amungsa yang merupakan kota perjuangan pemekaran Propinsi Papua Tengah.
"Kami masyarakat Papua Tengah di Mimika yang dulu beda pendapat, sekarang telah bersatu menerima dan menyambut pemekaran Propinsi Papua Tengah," kata delegasi masyarakat dan tokoh adat.
Mengenai ibukota propinsi yang berada di Timika, bukan di Nabire, tokoh adat dan masyarakat menyatakan, karena Nabire rawan gempa. Pernyataan sikap tersebut juga disampaikan kepada Presiden, Menko Polhukam, Mendagri, Menkum dan HAM, jaksa agung, Kapolri, Ketua Komisi II, Sekjen Depdagri, Dirjen Otda serta institusi pemerintahan, TNI dan Polri di wilayah Papua Tengah.